Pemakaian minyak jelantah sampai tiga kali masih dapat ditoleransi dan dianggap baik, atau tidak membahayakan kesehatan manusia.
Perlu digarisbawahi, apabila lebih dari tiga kali atau warna minyak berubah menjadi kehitaman, maka minyak goreng sudah menunjukkan indikasi tidak baik atau harus dihindarkan.
Menurut penelitian dari Universidad de Costa Rica, Kosta Rika, Edmond K. Kabagambe dalam The Journal of Nutrition (2005), menuliskan minyak sawit mengandung sekitar 45,5 % asam lemak jenuh yang didominasi oleh asam lemak palmitat dan sekitar 54,1 % asam lemak tak jenuh yang didominasi oleh asam lemak oleat.
Sementara itu, angka asam lemak jenuh pada minyak jelantah atau minyak goreng bekas lebih tinggi dibandingkan angka asam lemak tidak jenuhnya, akibat reaksi hidrolisis dan oksidasi selama pemanasan saat digunakan untuk menggoreng.
Bahaya minyak jelantah yang dengan kandungan asam lemak jenuh yang tinggi akan sangat berbahaya bagi tubuh, karena dapat memicu berbagai penyakit seperti jantung dan stroke.
Proses penggorengan pertama, minyak mempunyai kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi.
Kadar asam lemak tidak jenuh akan semakin menurun seiring dengan seringnya minyak goreng dipakai berulang, sedangkan kadar asam lemak jenuhnya meningkat.
Minyak goreng yang dipakai lebih dari empat kali akan mengalami proses oksidasi, yang akan membentuk gugus peroksida dan monomer siklik.
Penelitian pada hewan percobaan menunjukkan gugus peroksida dalam dosis besar dapat merangsang terjadinya kanker kolon.
Selain itu, bahaya minyak goreng bekas atau minyak jelantah untuk memasak ini juga dapat menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan dan diare.(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ingat, Ini Bahaya Minyak Jelantah Bagi Kesehatan Tubuh"