“Pada air mineral murni, tidak boleh dilakukan treatment apa pun. Karena bisa merubah sifat fisika, kimia, mikrobiologi dan radiologi air,” jelas Morgen.
Standar tersebut mengacu pada Codex Alimentarius, sebuah badan yang dibentuk Food and Agriculture Organization (FAO) dan World Health Organization (WHO) untuk standardisasi air layak minum.
Ia juga menceritakan bagaimana perjuangannya meyakinkan BPOM untuk bisa memperoleh izin produksi air mineral alami.
Untuk menjamin kelayakan konsumsi, air diperiksa setiap satu jam sekali, mulai dari sumber sampai masuk dalam botol kemasan.
“Setelah dikemas, air dikarantina, dikultur selama 5 hari untuk mendeteksi bakteri,” lanjutnya.
Inilah yang membedakan dengan AMDK yang bisanya melalui proses penyaringan atau pemurnian dengan distilasi atau oksidasi.
Equil dikemas dalam botol kaca hijau dengan lekuk elegan. Ia memiliki dua varian produk yaitu natural (tawar) dan sparkling (bersoda).
Harganya pun relatif lebih mahal, 1 botol Equil 380 ml setara dengan 20 kali harga air minum kemasan biasa.
Di toko online misalnya, air minum ini dijual dari harga Rp 20 ribu hingga Rp40 ribu.
Tak heran jika minuman satu ini biasa disajikan saat jamuan khusus.
Karena kemurnian dan kandungan mineral anorganik yang dimiliki, produk Equil juga digunakan untuk berbagai terapi kesehatan
Varian Equil Hydra Tera ini yang biasa dikonsumsi untuk terapi.
Hingga saat ini, Equil adalah produsen lokal satu-satunya yang memegang merk air mineral alami.
Produk yang berasal dari mata air Gunung Salak ini mantap bersaing dengan merk air mineral impor asal Prancis, seperti Evian dan Perrier.
Nah, terjawab sudah bahwa Equil itu merek air mineral.
Juga buatan lokal, bukan impor.