SajianSedap.com - Ini dia deretan fakta soal Andrey Doglov, perampok ikan yang berhasil ditangkap Menteri Susi.
Salah satunya curi ikan sampai 702 Miliar.
Nama Andrey Doglov mungkin asing di telinga Anda.
Tapi, pada April 2018 lalu, namanya sempat jadi bahan omongan lantaran aksi ilegalnya di lautan.
Ya, Andrey Doglov adalah perampok ikan yang jadi incaran banyak negara.
Tapi, di tahun lalu, Ia berhasil bertekuk lutut di depan Menteri Kelautan RI, Susi Pudjiastuti.
Andrey Dolgov, mungkin memang hanya sebuah kapal ikan berkarat.
Namun, kapal dengan nomor lambung FN STS-50 ini dikejar berbagai negara di dunia.
Penangkapan ini mengakhiri pengejaran selama tiga pekan di seluruh Samudera Indonesia dalam sebuah operasi gabungan Interpol, Fish-i Africa.
Kapal yang juga dikenal dengan juga memiliki beberapa nama yaitu Ayda dan Sea Breeze 1 itu pernah ditangkap di Mozambik.
Kapal ini ditahan karena menggunakan sertifikat palsu yang menyatakan kapal itu berasal dari Republik Togo, juga di Afrika.
Baca Juga : Arisan Di Restoran Mewah Bersama Sosialita, Penampilan Glamor Mayangsari Sukses Curi Perhatian
Saat diperiksa, petugas menemukan 600 jala yang bisa disebar sepanjang hampir 30 kilometer. Peralatan ini merupakan perangkat yang dilarang Komisi Konservasi Sumber Daya Laut Antartika (CCAMLR).
Faktanya, kapal ini sudah lama "mengobark-brik" sumber daya paling berharga di lautan yaitu ikan.
Nah, berikut ini sederet fakta soal Andrey Doglov yang patut Anda tahu.
1. Sejarah Andrey Dolgov
Andrey Dolgov, awalnya bukan kapal penangkap ikan ilegal.
Dibangun pada 1985, kapal sepanjang 54 meter itu dibangun di galangan kapal Kananashi Zosen di Jepang, sebagai kapal penangkap tuna.
Artikel berlanjut setelah video di bawah ini.
Usai dibangun, kapal ini berlayar dengan nama Shinsei Maru No 2. Kapal berbobot 570 ton itu selama bertahun-tahun beroperasi secara legal di bawah bendera Jepang di Samudera Hindia dan Pasifik.
Kapal itu dulunya bekerja untuk perusahaan makanan laut Jepang, Maruha Nichiro Corporation.
Setelah 1995, kapal ini beberapa kali berpindah kepemilikan sebelum akhirnya berlayar dengan bendera Filipina dengan nama Sun Tai 2 hingga 2008 sebelum bergabung dengan armada pencari ikan Korea Selatan.
Selanjutanya selama satu tahun kapal ini beralih kepemilikan empat kali termasuk di tangan Park Boo-in dan STD Fisheries Corporation.
Antara 2008 dan 2015, kapal ini dibangun ulang menjadi penangkap ikan di Antartika yang mampu beroperasi di lautan wilayah selatan yang ganas dan mampu menyimpan ikan dalam waktu lama.
Baca Juga : Sambil Suapi Jan Ethes, Gaya Sederhana Selvi Ananda Saat Makan Malam di Malang Curi Perhatian
2. Pernah Ditangkap Berbagai Negara Namun Terus Lolos
Kapal ini pertama kali menarik perhatian internasional pada Oktober 2016 ketika pemerintah China memergoki kapal ini mencoba menurunkan toothfish tangkapannya secara ilegal.
Toothfish adalah salah satu ikan yang menjadi incaran yang kerap disebut emas putih karena harganya yang amat mahal.
Namun, untuk menangkap ikan ini sebuah perusahaan atau kapal nelayan membutuhkan izin khusus.
Saat itu, kapal tersebut sudah menggunakan nama Andrey Dolgov dan mengibarkan bendera Kamboja, dioperasikan sebuah perusahaan di Belize, Amerika Tengah.
Setahun sebelumnya, Andrey Dolgov pernah terekam kamera di lepas pantai Punta Arena, di kawasan Patagonia, Chile, tengah mencari ikan di sana.
Baca Juga : Makan Siang Bareng Hingga Bentuk Geng Arisan, Penampilan Awet Muda Para Aktris 90-an Ini Curi Perhatian
Namun, sebelum pemerintah China bisa melakukan tindakan lebih lanjut, kapal ini bersama krunya kabur menuju ke Samudera Hindia.
Saat itu, Andrey Dolgov sudah dimasukkan ke dalam daftar IUU, pelaku penangkapan ikan ilegal.
Artinya, jika kapal ini berusaha memasuki pelabuhan lain di Mauritius maka negeri itu akan menolaknya untuk merapat.
Andrey Doglov merupakan bagian dari jaringan organisasi kriminal yang beroperasi mencari celah di antara undang-undang kelautan dan banyaknya pejabat penegak hukum yang korup.
CCAMLR sudah memasukkan kapal ini dalam daftar hitam pada 22016 dan masuk daftar Interpol dalam ksus penangkapan ikan ilegal.
Kapal ini juga pernah ditahan di Mozambul namun lolos dari jerat hukum di Mozambik.
Baca Juga : 5 Resep Serba Lapis Legit Ini Akan Bikin Makanan Imlek Ini Tampil Beda dan Mencuri Perhatian!
3. Jadi Incaran Banyak Negara
Alhasil, pemerintah Mozambik meminta bantuan dari negara Afrika anggota Fish-i Afrika untuk mengejar kapal ini.
Fish-i Africa adalah kerja sama delapan negara Afrika Timur yaitu Kepulauan Komoro, Kenya, Madagaskar, Mauritius, Mozambik, Seychelles, dan Somalia.
Kedelapan negara itu bekerja sama dalam hal berbagi informasi dan bekerja sama memerangi illegal fishing.
Baca Juga : Nikahi Produser Kaya Beda 18 Tahun, Mewahnya Dapur Rumah Bunga Zainal Curi Perhatian
4. Pencurian Capai 702 Miliar
Saat personel AL Indonesia menaiki kapal yang ditangkap di mulut Selat Malaka itu, mereka menemukan 600 jaring yang memiliki panjang hamir 30 kilometer jika disebarkan.
Dalam satu kali operasi, jaring ini bisa menangkap ikan bernilai hingga 6 juta dollar AS atau sekitar Rp 84 miliar.
Selama sekitar 10 tahun, Andrey Dolgov beroperasi secara ilegal dan diperkirakan sudah mencuri ikan bernilai setidaknya 50 juta dollar AS atau sekitar Rp 702 miliar.
Baca Juga : Resep Membuat Banana Caramel Trifle, Dessert Yang Selalu Mencuri Perhatian!
5. Ikan Dijual di Pasar Gelap
Secara ilegal kapal ini akan membawa tangkapannya ke pesisir dan menjualnya ke pasar gelap atau mencampurnya dengan ikan tangkapan yang legal.
Apapun jenis penjualannya, ikan-ikan tangkapan Andrey Dolgov ini berakhir di rak-rak pusat perbelanjaan atau meja restoran.
"Sekitar 20 persen dari seluruh tangkapan ikan global adalah ilegal," kata Kate St John Glew, seorang pakar biologi kelautan di Pusat Oseanografi Nasional di Universitas Southampton, Inggris.
Baca Juga : Curiga Pakai Pesugihan Karena Enak, Ini yang Zaskia Mecca Temukan Saat Aduk Panci Tukang Bakso
Trik Menghilangkan Henna di Kulit Lebih Cepat, Gosok dengan 1 Bahan di Dapur Ini
Penulis | : | Virny Apriliyanty |
Editor | : | Virny Apriliyanty |
KOMENTAR