Tujuh komoditas yang diangkat dalam kampanye Pangan Bijak Nusantara hanya beberapa contoh hasil dari sistem produksi pangan tradisional dan produk pangan lokal, lestari, adil dan sehat yang banyak ditemukan di berbagai wilayah pedesaan di Indonesia.
Sistem produksi ini merupakan solusi untuk mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan yang ramah lingkungan dan sehat, mendorong kesejahateraan masyarakat, dan membantu pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs).
“Kebutuhan produksi pangan yang terus meningkat membuat sektor pertanian menjadi salah satu penyebab signifikan terjadinya degradasi lingkungan dan kepunahan keanekaragaman hayati di tingkat global, termasuk di Indonesia. Namun, sebenarnya ada cara-cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi tekanan produksi dan konsumsi pangan terhadap lingkungan, dan memitigasi polusi air, tanah dan udara, yaitu dengan mempertahankan dan memperkuat karakter-karakter budidaya pangan tradisional dan lokal sebagai sebuah praktik konservasi dan gaya konsumsi dan produksi yang lebih sehat dan berkelanjutan,” kata Aditya Bayunanda, Direktur Kebijakan dan Advokasi WWF-Indonesia.
Penjelasan Aditya tersebut sejalan dengan tema utama yang diangkat Hari Keanekaragaman Hayati Internasional tahun 2019, “Our Biodiversity, Our Food, Our Health”.
Sejalan dengan menekankan pentingnya keanekaragaman hayati untuk kesehatan dan ketahanan pangan.
Artikel berlanjut setelah video berikut ini
Hal yang sama juga ditekankan dalam laporan IPBES (Intergovernmental Science and Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services) yang dirilis tanggal 6 Mei 2019.
Laporan ini yang menyatakan hilangnya keanekaragaman hayati, termasuk keanekaragaman genetik akan melemahkan banyak sistem pertanian sehingga beresiko serius bagi ketahanan pangan.
Baca Juga: Punya Sisa Makanan? Sumbangkan ke Komunitas Garda Pangan Supaya Lebih Bermanfaat!