Semakin sedikit varietas dan jenis tumbuhan dan binatang yang dibudidayakan dan dipelihara di dunia saat ini untuk memenuhi kebutuhan pangan.
Berkurangnya keanekaragaman tanaman pangan ini mengindikasikan ketahanan ekosistem pertanian yang semakin lemah.
Makna Pangan Bijak
Istilah “Pangan Bijak” sendiri dipilih untuk mewakili sejumlah prinsip dalam produksi dan konsumsi pangan yang lokal (setempat), adil (harga yang adil untuk produsen dan konsumen), sehat (organik, alami) dan lestari (menjaga lingkungan, melestarikan keanekaragaman sumber pangan).
Direktur Regional Hivos Asia Tenggara, Biranchi Upadhyaya menerangkan, “Produksi pangan lokal, adil, sehat dan lestari sangat penting artinya untuk memastikan keberlanjutan kehidupan masyarakat yang sejahtera, sehat dan selaras dengan lingkungan. Kampanye ini akan mendukung berbagai upaya lainnya yang dilakukan konsorsium melalui advokasi kebijakan dan mendorong praktik produksi pangan lokal yang menghargai aspek-aspek kesehatan, keadilan ekonomi dan kelestarian lingkungan.”
Kampanye Pangan Bijak Nusantara mengangkat tujuh produk utama sebagai contoh produk ‘pangan bijak’.
Dimulai dari beras Adan Krayan asal dari dataran tinggi Krayan, garam krosok asal Rembang, minyak kelapa murni asal Nias, gula semut aren asal Kolaka, madu hutan Danau Sentarum, kopi Toraja dan sagu Sungai Tohor.
Ketujuh produk ini dihasilkan oleh kelompok produsen masyarakat adat dan lokal yang tersebar di 14 kabupaten di 8 provinsi, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Sumatera Utara, Riau, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.