Boleh dibilang, kini, setiap bulan majalah INTISARI menyajikan ‘edisi khusus’. Setiap bulan sajian kisah-kisahnya bertumpu pada cerita di balik sampul. Kami tidak sekadar menyajikan cerita fakta, tetapi juga bertumpu pada narasi manusianya. Setiap edisinya menjadi layak dikoleksi.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi hari ini tidak terlepas dari peristiwa dan pelakunya pada masa silam. Kebenaran terendah adalah kebenaran kata-kata, sedangkan kebenaran tertinggi adalah moral cerita. Kami memilih setiap cerita yang bisa mewakili pelajaran dan teladan untuk kehidupan sekarang. Bahkan, cerita kematian pun mengajarkan kehidupan.
Sepanjang tahun ini INTISARI mengajak para pembacanya untuk tetap bersemangat dalam #KitaDigdaya. Aktivitas di media sosial ini mengungkap kembali kejeniusan sejarah dan budaya kita. Tujuannya, membangun kepercayaan diri dan kebesaran jiwa untuk bangkit dari permasalahan yang sedang dihadapi.
Baca Juga: Resep Nasi Gurih Kuning Enak, Menu Sarapan Di Hari Kemerdekaan
Kami berharap semua sajian ini mampu membangkitkan kembali daya literasi Indonesia. Kami berharap terdapat perubahan pemahaman tentang kebinekaan—budaya, manusia, dan bentang alam—sehingga kita lebih mengenali riwayat yang membentuk Indonesia.
Kami berharap pula tentang pemahaman kita yang lebih baik dalam memandang isu-isu global, yang sejatinya turut memengaruhi kehidupan di Indonesia.
Kini, INTISARI menjadi salah satu media nasional tertua di Indonesia. Lebih dari tiga dekade silam, Jakob Oetama pernah menerawang tentang media-media yang mampu bertahan hidup dalam Perspektif Pers Indonesia. “Kata kunci di sini adalah bahwa media cetak bertahan hidup bahkan akan tetap berkembang sekalipun menghadapi saingan media elektronis,” ungkapnya, “asalkan tanggap akan perubahan dan mampu menyesuaikan serta menguasai perubahan. Inovasi dan adaptasi!”
Perjalanan kita telah menembus lorong waktu. Selamat ulang tahun ke-58 untuk INTISARI dan KG Media!
#KitaDigdaya