SajianSedap.com - Kabar tentang negara Sri Lanka bangkrut terus bergulir hingga hari ini.
Negara Sri Lanka menyatakan bangkrut setelah gagal bayar utang luar negeri.
Sebelumnya, krisis terjadi di Sri Lanka bermula pada akhir Maret 2022 hingga warganya menuntut Presiden Gotabaya Rajapaksa mengundurkan diri.
Lalu pada 12 April 2022, pemerintah Sri Lanka mengumumkan gagal bayar utang bernilai fantastis yang dipinjam dari luar negeri.
Krisis yang terjadi di Sri Lanka ini menyebabkan warganya sengsara, hal ini merupakan situasi terburuk yang pernah dialami Sri Lanka sejak kemerdekaannya pada 1948.
Lantas, apakah ada kemungkinan Indonesia akan mengalami hal serupa?
Mengingat Indonesia masuk jajaran negara berpendapatan menengah dan rendah dengan utang luar negeri terbesar pada 2020.
Dan dalam jajaran tersebut, Indonesia berada di urutan ke-7 meski memang Indonesia tidak termasuk dalam 10 daftar negara dengan utang terbanyak dilihat dari rasio utang terhadap PDB negaranya.
Lihat informasi kabar hutang Indonesia selengkapnya berikut ini.
Kondisi Sri Lanka Bangkrut Karena Terlilit Hutang
Diberitakan oleh Kompas, Sri Lanka bangkrut dan memulai penutupan perlahan pada Senin (20/6/2022) untuk menghemat cadangan bahan bakar yang menipis.
Negara itu menutup sekolah dan menghentikan semua layanan pemerintah non-esensial jelang pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) tentang bailout.
Pada Senin (20/6/2022) sekolah-sekolah Sri Lanka ditutup dan kantor-kantor pemerintah bekerja hanya dengan staf utama saja.
Pemerintah berencana mengurangi perjalanan dan menghemat bensin serta solar. Adapun rumah sakit dan pelabuhan utama di Colombo masih beroperasi.
Sementara itu, ratusan ribu pengendara masih mengantre berkilo-kilometer panjangnya untuk membeli bensin dan solar, meskipun Kementerian Energi Sri Lanka mengumumkan bahwa tidak ada stok bahan bakar baru setidaknya selama tiga hari ke depan.
Sri Lanka sendiri gagal bayar utang luar negeri senilai 51 miliar dollar AS (Rp 755,33 triliun) pada April dan meminta bantuan IMF.
Pembicaraan langsung pertama dengan IMF mengenai permintaan bailout Sri Lanka dimulai di Colombo pada Senin (20/6/2022) dan akan berlanjut selama 10 hari, menurut keterangan IMF dan Pemerintah Sri Lanka dikutip dari AFP.
Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe juga akan bertemu dengan Menteri Dalam Negeri Australia Clare O'Neil untuk memperdalam kerja sama dan membantu Sri Lanka karena negara itu menghadapi masa ekonomi yang sangat sulit, kata Canberra.
Dikatakan juga bahwa O'Neil akan membahas penguatan kerja sama dalam kejahatan transnasional termasuk penyelundupan manusia, menyusul lonjakan calon imigran gelap dengan perahu pada bulan lalu.
Perintah penutupan Sri Lanka datang pekan lalu ketika PBB melakukan tindakan tanggap darurat dengan memberi makan ribuan wanita hamil yang berisiko kekurangan makanan.
Rata-rata empat dari lima orang di Sri Lanka mulai kurang makan karena mereka tidak mampu, kata PBB seraya memperingatkan bahwa krisis Sri Lanka dapat berakibat pada krisis kemanusiaan mengerikan dengan jutaan orang membutuhkan bantuan.
Jumlah Utang Indonesia
Sementara itu, banyak negara di dunia yang hingga kini juga masih memiliki pinjaman atau hutang luar negeri, termasuk Indonesia.
Diberitakan Kompas, Bank Indonesia (BI) mencatat, utang luar negeri (ULN) Indonesia sebesar 411,5 miliar dollar AS pada kuartal I-2022, turun dibandingkan posisi pada kuartal sebelumnya yang sebesar 415,7 miliar dollar AS.
Bila dibandingkan secara tahunan, posisi ULN di kuartal I-2022 mengalami kontraksi sebesar 1,1 persen (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada kuartal sebelumnya yang sebesar 0,3 persen (yoy).
Artikel berlanjut setelah video di bawah ini.
Baca Juga: Waspada, Kalau Temukan Ciri Ini Di WhatsApp Ternyata Bisa Jadi Tanda Kena Hack
Lalu bagaimana dengan kondisi utang pemerintah Indonesia?
Dilansir dari Kompas, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan akan terus menjaga penerbitan utang Indonesia agar tidak terjadi gagal bayar utang luar negeri seperti Sri Lanka.
Sebelum menarik utang dengan menerbitkan obligasi pemerintah, dia akan melakukan penyesuaian (adjustment) dari sisi tenor, waktu penerbitan, dan komposisi mata uang.
Meski APBN harus bekerja sebagai penambal guncangan (shock absorber), dia ingin APBN tetap sehat agar selalu siap siaga di masa yang akan datang.
Untuk itu, konsolidasi fiskal ke arah 3 persen pada tahun 2023 harus tetap dijalankan.
"Mengenai kondisi utang di Indonesia, kita tetap menjaga konsolidasi APBN," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dikutip pada Kamis (14/4/2022).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menuturkan, pihaknya memanfaatkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan kerja sama burden sharing dengan Bank Indonesia (BI) yang masih berlangsung sepanjang tahun 2022.
Berkat optimalisasi sumber tersebut, dia bilang, penerbitan utang sudah menyusut hingga sekitar Rp 100 triliun per Maret 2022.
Adapun per Februari 2022, penarikan utang sudah turun 66,1 persen. Realisasi pembiayaan melalui penerbitan utang di bulan itu sebesar Rp 92,9 triliun atau 9,5 persen dari target APBN Rp 973,6 triliun.
Pembiayaan menyusut dari Rp 273,8 triliun di Februari tahun 2021. Tak heran bila dia menyebutkan bahwa rasio utang RI relatif lebih kecil dibanding negara lain.
"Untuk menjaga dari kesehatan APBN, rasio utang (Indonesia) termasuk relatif rendah di ukur dari negara ASEAN, G20, dan seluruh dunia," ucap dia.
Lebih lanjut, dia menyatakan akan menjaga porsi penarikan utang sepanjang tahun 2022 mengingat adanya tekanan global yang akan berkonsekuensi kepada kondisi APBN, baik perang di Ukraina maupun normalisasi kebijakan The Fed.
"Ini tetap kita jaga secara sangat hati-hati dan secara prudent. Kami lihat tekanan seluruh dunia ke negara-negara akan meningkat, seperti salah satu negara yaitu Sri Lanka, kami akan liat sisi bagaimana menjaga (porsi utang)," tandas Sri Mulyani.