Biasanya Sering Digunakan Pedagang Warteg, Ternyata Pembungkus Makanan Warna Coklat Punya Kandungan Bahaya Mengerikan Untuk Kesehatan Tubuh Satu Rumah

By Marcel Mariana, Jumat, 29 Juli 2022 | 08:25 WIB
Ternyata bungkus makanan warna coklat bisa sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh (Tribun Jabar)

Diketahui BPA sendiri sering digunakan sebagai bahan pembuat wadah atau pembungkus makanan bukan hanya dari plastik, tetapi juga kertas.

Terkait bahaya penggunaan pembungkus makanan warna coklat ini juga sempat dipaparkan oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) di website resminya.

Dimana Peneliti Pusat Penelitian Biomaterial Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Lisman Suryanagara mengingatkan masyarakat supaya berhati-hati dengan kertas nasi dan kertas daur ulang yang dipakai untuk membungkus makanan.

Sebab menurut penelitiannya mengenai pembungkus makanan warna coklat untuk nasi goreng, nasi bungkus, atau martabak itu memiliki dampak buruk bagi kesehatan.

Salah satu yang menjadi sorotan adalah mengurangi kesuburan pria alias mandul.

Baca Juga: Bertahun-Tahun Terus Dibuang, Jaring Pembungkus Buah Ternyata Punya Segudang Manfaat untuk Urusan Rumah, Emak-Emak Wajib Tahu!

Menurut Lisman, pemanfaatan bahan yang digunakan sebagai kemasan makan yang umum digunakan dari masa ke masa antara lain keramik, kaca, plastik, aluminium foil, hingga yang berbahan dasar kertas.

Berbicara tentang kemasan makanan berbahan dasar kertas yang paling lazim digunakan di Indonesia, ternyata masih banyak yang belum layak untuk dijadikan sebagai kemasan makanan primer.

“Masih banyak ditemukan penggunaan kertas koran, kertas bekas cetakan, atau kertas daur ulang sebagai kemasan nasi kotak, nasi bungkus, gorengan, dan kotak martabak,” ungkap Lisman.

Hasil riset yang dilakukan LIPI menunjukan jumlah bakteri yang terkandung dalam kertas nasi yang terbuat dari kertas daur ulang sekitar 1,5 juta koloni per gram.

Sedangkan rata-rata kertas nasi yang umum digunakan beratnya 70-100 gram, itu artinya ada sebanyak 105 juta-150 juta bakteri yang terdapat di kertas tersebut.

“Kandungan mikroorganisme di kertas daur ulang memiliki nilai tertinggi dibandingkan jenis kertas lainnya, ini melebihi batas yang ditentukan,” ujar Lisman lagi.