Berdasarkan pernyataan Pak Zainal melihat hasil penelitian di berbagai laboratorium, angkanya itu jauh dari angka persyaratan yang sudah ditetapkan, artinya pada posisi aman.
Kacamata Ahli Polimer Melihat Isu BPA pada Galon Isi Ulang
Pak Zainal sendiri menjelaskan, jika melihat dari kacamata ahli polimer, maka melihat bahan berbahaya pada plastik adalah hal normal.
"Melihat suatu bahan baku berbahaya atau tidak itu biasa saja, karena ketika sudah direaksikan yang kita gunakan kan produknya, yaitu plastik atau polimer. Plastiknya itu termasuk plastik yang aman, polimer aman,
"Jadi kalau hanya melihat ada bahan, jenisnya itu (bahan BPA atau yang lainnya) terus dikatakan berbahaya, itu salah. Jadi harus ada tiga komponen lainnya itu, jumlahnya berapa, konsentrasinya berapa, lama kontaknya berapa lama," kata Pak Zainal menjelaskan cara melihat suatu bahan plastik berbahaya atau tidak.
"Sekarang yang diramaikan kemasan galon, kalau saya lihat barang ini sudah lebih dari 50 tahun digunakan, jadi kalau sekarang itu diramaikan, lebih karena ada yang meramaikan, bukan karena hakekat yang tadi itu, ada yang mati, ada yang kanker, gaada," sambung Zainal.
Menurutnya, pada dasarnya bahan kemasan plastik lainnya pun sama-sama memiliki risiko berbahaya, tidak hanya BPA, namun semua masih bisa dikategorikan aman karena telah memenuhi empat syarat tersebut, "Semuanya berada dalam posisi aman karena kadar, jumlah, dan lamanya kontak, jadi gaada masalah."
Semua bahan itu berbahaya, hanya saja semua akan dikategorikan lagi berdasarkan keempat syarat tersebut, sehingga masih bisa dikategorikan aman untuk digunakan oleh masyarakat hingga saat ini.
Ahli Polimer Himbau Regulasi Dibangun Mengacu Pada Globally Harmonized System (GHS)
GHS sendiri diketahui sebagai suatu pendekatan universal dan sistemik untuk mendefinisikan dan mengklasifikasikan bahaya kimia dan mengkonfirmasikan bahaya tersebut pada label dan lembar data keselamatan, juga sudah digunakan sebagai prinsip-prinsip dasar untuk penetapan program keselamatan bahan kimia.
"Tidak bisa langsung menilai begitu, dan itu sekarang kan regulasi internasional yang menggunakan GHS, itu patokannya," kata Zainal meminta regulator untuk kembali merujuk pada penerapan GHS.
Terlebih disebutkan dalam GHS bahwa setiap negara juga menetapkan angka yang berbeda-beda, karena ketahanan orang di setiap daerah atau setiap negara juga beda-beda terhadap suatu bahan yang sama, jadi adalah keputusan yang ditentukan oleh pemerintah setempat untuk memutuskan berapa batas aman untuk penduduknya.
Baca Juga: Trik Menghilangkan Lumut di Galon Air Tanpa Sikat, Bisa Luruh Semua dengan 3 Bahan ini
"Untuk regulator, bahan berbahaya itu banyak sekali, ada listnya panjang, kalau mau meregulasi kan tidak boleh diskriminatif, jadi harus mencakup semua barang yang itu (barang yang dikategorikan berbahaya), jangan cuma fokus ke barang yang satu ini (galon isi ulang), nanti dipertanyakan independensinya dan itu ga bagus untuk kehidupan berbangsa dan bernegara kita," sambung Pak Zainal mengingatkan.
Pak Zainal juga mengharapkan pihak-pihak terkait dapat mengikuti regulasi yang telah dibangun sesuai dengan UU No 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan oleh BPOM, dengan demikian tidak menimbulkan isu yang diskriminatif.
"Ya itu masalahnya disitu sebenarnya, bukan soal BPA, bukan soal etilen glikol, bukan soal VCM (vinil klorida), bukan soal yang lain-lain, tapi soal regulasi yang dirasakan kurang fair, saya kira itu,
"Jangan juga membuat label, misalnya pada polikarbonat itu disebutkan BPA-free, menurut saya secara ilmu pengetahuan ga mungkinlah betul-betul free, pasti ada kandungannya sedikit atau apa, ini dari kacamata saya sebagai ahli polimer ya," ujar Pak Zainal.
"Regulasi kita mestinya harus lebih mengadop sistem GHS ini, karena itu lebih rasional dan secara ilmu pengetahuan juga lebih bener, jadi jangan menyebut langsung nama bahan, langsung dinyatakan begitu,
"Bahkan bahasanya begini. Sesungguhnya setiap bahan itu berbahaya, hanya jumlah dan konsentrasi, dan lamanya kontak yang menyebabkan bahan itu dinyatakan aman. Mudah-mudahan ini jadi pengertian yang lebih luas, agar kita bisa memanfaatkan bahan itu secara baik, tidak terjerumus pada yang berlebihan dan akhirnya tidak baik,"kata Pak Zainal.
Pak Zainal juga menyampaikan masyarakat perlu mengingat bahwa setiap bahan berbahaya yang akhirnya diolah menjadi wadah plastik, tentu telah direaksikan oleh bahan lainnya dan kandungannya sudah direduksi dalam panas tertentu sehingga kadarnya kecil dan aman bagi tubuh.
Masyarakat dihimbau untuk tidak khawatir berlebih dan memastikan lebih jauh bukti-bukti ilmiah yang mendukungnya, sehingga masyarakat tetap bisa memanfaatkan bahan-bahan ini untuk meningkatkan kualitas hidup jika masih digunakan dalam jumlah yang aman dan sesuai.
Jika masyarakat ingin mengetahui lebih dalam mengenai suatu produk, maka masyarakat dapat melihat lebih jauh di laman resmi BPOM, di https://cekbpom.pom.go.id/ .