Pelestarian Pangan Lokal dan Konservasi Mata Air untuk Melawan Krisis Iklim dan Memperkuat Ketahanan Pangan

By Raka, Selasa, 24 Oktober 2023 | 13:10 WIB
Ragam pangan lokal dari sejumlah daerah di Indonesia (Isentia)

Mereka menyadari sorgum merupakan solusi alternatif bagi desa mereka, di mana tanaman pangan yang butuh banyak air seperti padi sulit tumbuh.

Selain untuk konsumsi sehari-hari, dari tanaman pangan ini, GEBETAN juga merintis wirausaha berbasis pangan lokal. Mengingat pentingnya air bagi kehidupan, komunitas ini juga mengkonservasi mata air dengan menanam bambu dengan mengajak tokoh masyarakat, tokoh adat, anak muda dan kelompok perempuan.

Maria Mone Soge dari Desa Hewa, Kabupaten Flores Timur, memimpin anak-anak muda lainnya untuk menanam, mengolah dan menjual pangan lokal dan mengkampanyekannya ke masyarakat sekitar. Anak-anak muda ini sadar bahwa keberagaman pangan lokal merupakan salah satu solusi dalam menghadapi perubahan iklim.

Menamakan kelompoknya sebagai WeTan HLR (Hewa Lewo Rotan), anak-anak muda ini juga menanam pucuk merah di sekitar desa dan menanam bambu di sekitar aliran sungai dan mata air desa mereka sebagai upaya konservasi air dan mengurangi konflik rebutan air akibat kekeringan.

Beralih ke Flores bagian barat, komunitas anak muda yang tergabung di Momang Lino di Manggarai melakukan sosialisasi perubahan iklim di sekolah, kampus, desa dan berbagaipameran.

Mereka menunjukkan apa yang telah mereka lakukan di desa masing-masing seperti menanam dan mengolah berbagai pangan lokal, mendokumentasikan benih-benih lokal dan merintis wirausaha pangan lokal.

Advokasi ke pemangku kebijakan juga dilakukan oleh Momang Lino. Mereka berharap pemerintah lebih sadar akan dampak perubahan iklim dan mau membantu masyarakat agar mampu bertahan menghadapi perubahan iklim, terutama dalam sektor pangan dan pertanian.

Berbekal pengetahuan lokal dan informasi yang dimiliki, upaya melawan krisis iklim telah diinisiasi oleh para Local Champion di Flores dan Lembata.

Menghadapi tantangan ke depan harus dilakukan upaya perubahan dengan kolaborasi aksi bersama anak-anak muda.

Menjadi tidak berarti apa-apa ketika program dan kebijakan diarahkan hanya pada peningkatan produksi sementara petani, perempuan dan kaum muda di desa terus miskin dan bisa jadi kemudian mati.

Pelibatan kelompok rentan seperti anak muda, perempuan, kelompok disabilitas dan masyarakat adat menjadi penting dalam memperkuat ketahanan pangan di tengah ancaman perubahan iklim.

Kelompok ini seringkali tidak direkognisi, tidak didengar suaranya, atau bahkan dipandangsebagai aktor yang tidak penting.

Memastikan bahwa tidak ada pihak atau kelompok yang tertinggal atau dipinggirkan adalah keharusan dalam mewujudkan transisi iklim yang berkeadilan.

 Baca Juga: Resep Nugget Cumi Cornflake Simple Dan Ekonomis, yang Bikin Si Kecil Pasti Lahap Makan