"Peningkatan terbesar terjadi negara-negara belahan utara maupun selatan," ujar Geoff Rutledge, dokter asal California dan kepala bagian medis Health Tap.
Tetapi, peningkatan penyakit itu memang benar-benar terjadi atau karena dokter lebih teredukasi akan gejala dan tandanya, sehingga mampu mendiagnosa lebih efektif?
Dr Rutledge mengatakan keduanya bisa terjadi. "Benar bahwa kami memperluas definisi penyakit autoimun. Semakin banyak masyarakat mengenal penyakit ini, lebih banyak lagi yang terdiagnosa. Kami pun memiliki lebih banyak lab yang mendeteksi kondisi autoimun yang belum simptomatik," katanya.
Ia pun menunjuk kombinasi faktor-faktor yang menyebabkan seseorang didiagnosa penyakit autoimun.
Seseorang memiliki kecenderungan penyakit autoimun seperti Crohn's, lupus atau rhematoid arthritis karena faktor genetika.
Jika orang itu terkena infeksi virus, tubuh mengeluarkan reaksi imun dan timbul penyakit autoimun.
Rutledge mengatakan, faktor-faktor lingkungan pun berperan menambah jumlah penyakit ini.
Tetapi di sini ia menyebut pemikiran ini masih hipotesis dan dibutuhkan riset untuk membuktikannya.
Faktor lingkungan itu adalah merokok, obat-obatan yang digunakan penyakit lain seperti tekanan darah tinggi, menurut studi yang diterbitkan di Environmental Health Perspectives.
Kendati belum diketahui cara mencegahnya, Dr Rutledge mengatakan banyak dokter percaya mencegah kekurangan vitamin D membantu mencegah diabetes tipe 1, multiple sclerosis, rheumatoid arthritis dan penyakit Crohn's.
Dua pemicu utama penyakit autoimun ini adalah pola makan dan stres berat.
Baca Juga: Masih Muda Beruban, 2 Penyakit Ini Bisa Jadi Penyebabnya, Salah Satunya Pernah Diidap Ashanty