Mengenal Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tradisi Unik Berbagi Hasil Bumi Kepada Masyarakat

By Amelia Pertamasari, Sabtu, 30 Maret 2024 | 18:41 WIB
Grebeg Syawal di Yogyakarta untuk perayaan lebaran. (Kompas)

Gunungan Khas Tradisi Grebeg Syawal di Keraton Yogyakarta

Pelaksanaan Tradisi Grebeg di Keraton Yogyakarta baru memiliki tata cara yang sama setelah UU Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta muncul di tahun 2012.

Salah satunya, Keraton Yogyakarta akan mengeluarkan lima macam gunungan pada tiap Garebeg.

"Gunungan ini merupakan bentuk sedekah dari Sultan untuk rakyatnya. Ada gunungan lanang, gunungan wadon, gunungan darat, gunungan gepak, dan gunungan pawuhan," ujar Pengageng Kawedanan Pengulon, KRT Akhmad Mukhsin Kamaludin Ningrat.

Jumlah keseluruhan gunungan adalah tujuh buah yang terdiri dari gunungan lanang/kakung sebanyak 3 buah, serta gunungan wadon/estri, gunungan darat, gunungan gepak, dan gunungan pawuhan masing-masing sebanyak 1 buah.

Lebih lanjut, ketujuh gunungan tersebut akan diusung oleh para abdi dalem dan dikawal prajurit Bregodo dari Alun-alun Utara Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menuju tiga tempat.

Lima gunungan akan dibawa ke Masjid Gedhe Kauman, satu dibawa ke Pura Pakualaman, dan satu lagi dibawa ke Kantor Kepatihan.

Pelaksanaan Tradisi Grebeg Syawal di Keraton Yogyakarta

Seperti diketahui, tradisi Grebeg Syawal di Keraton Yogyakarta biasa dilaksanakan pada Hari Raya Idul Fitri atau pada tanggal 1 Syawal.

Namun biasanya para Abdi Dalem sudah mulai mempersiapkan ubarampe dan berbagai gladi resik sejak jauh-jauh hari.

Terutama karena Keraton Yogyakarta akan mempersiapkan sejumlah gunungan yang akan diarak pada pelaksanaan tradisi Grebeg Syawal. Sebelum Hajad Dalem Pareden, terdapat dua acara lain yang dapat disaksikan oleh wisatawan, yaitu Gladhiresik Prajurit dan Numplak Wajik.

Gladhiresik Prajurit biasa dilaksanakan sore hari pada hari Minggu terdekat sebelum Garebeg berlangsung.

Sementara Numplak Wajik dilaksanakan tiga hari sebelum Garebeg di Panti Pareden, Plataran Kemagangan untuk menandai dimulainya proses merangkai gunungan.

Baca Juga: Masyarakat Muslim di Papua Pegunungan Mempererat Tali Silaturahmi dengan Bakar Batu