BAHAYA MENGHANGATKAN MAKANAN

By cakkris, Minggu, 5 Juli 2015 | 17:00 WIB
BAHAYA MENGHANGATKAN MAKANAN (cakkris)

Bagi sebagian besar orang, menghangatkan makanan merupakan suatu hal yang biasa untuk dilakukan. Sisa makan malam atau makanan beku untuk sarapan adalah hal yang wajar untuk dihangatkan. Hal tersebut dilakukan dengan alasan menghemat waktu atau membuat makanan menjadi tidak mubazir. Menghangatkan makanan boleh saja dilakukan asalkan sesuai dengan aturan agar makanan yang dihangatkan tetap memiliki manfaat dan tidak memberikan dampak yang buruk bagi kesehatan.

Ketika memanaskan makanan, sebaiknya jangan terlalu panas, maksimal di bawah 80 derajat celcius. Sebab, suhu yang terlalu panas dapat merusak beberapa kandungan nutrisi yang ada dalam makanan, seperti vitamin B kompleks dan vitamin C. Pemanasan yang berulang-ulang juga dapat mengubah zat makanan menjadi racun atau karsinogen.

Ada beberapa jenis makanan yang berbahaya bila dihangatkan kembali, yaitu: 

Ayam

Menghangatkan ayam dapat merusak kandungan protein yang terdapat di dalamnya. Jadi sangat tidak direkomendasikan untuk menghangatkan ayam dengan suhu yang tinggi. Namun bila Anda tetap ingin menikmatinya dengan hangat, Anda bisa menghangatkannya dengan suhu yang rendah.

Kentang

Bukan hanya menghilangkan kandungan nutrisinya, menghangatkan kentang secara berulang-ulang juga dapat menimbulkan racun yang berbahaya bila dikonsumsi.

JamurJamur harus dikonsumsi sesaat setelah dimasak, tetapi Anda tetap dapat mengonsumsinya meski jamur sudah dingin. Tetapi jangan pernah menghangatkannya kembali saat ingin mengonsumsinya. Menghangatkan jamur dapat mengubah komposisi proteinnya dan mengubah rasa jamur itu sendiri. Selain itu menghangatkan jamur juga dapat menyebabkan gangguan pencernaan. 

Bayam

Bayam memiliki banyak kandungan nitrat yang bila dihangatkan kembali dapat berubah menjadi nitrit. Nitrit dapat menjadi karsinogen yang menyebabkan kanker.  

Telur

Kandungan yang terdapat dalam telur juga dapat menjadi racun bila dihangatkan dengan suhu yang tinggi. Tapi hal ini tidak berlaku bagi makanan yang mengandung telur sebagai bahan bakunya.