Mengenal Keanekaragaman Pangan Lokal

By retno, Kamis, 30 Juli 2015 | 17:00 WIB
Mengenal Keanekaragaman Pangan Lokal (retno)

      SajianSedap.com - Bila sebuah perbincangan mengenai umbi-umbian dimulai, makan singkong, kentang, dan ubi lebih akrab di telinga. Ternyata di Pekan Tani Nasional, aneka ubi punya beragam varietas, mulai dari ganyong, garut, uwi, gembili, sampai tomboreso.

      Di stand Kabupaten Banggai Laut, Sulawesi Tengah, ada 16 jenis ubi (Dioscorea alata) yang mereka miliki. Ubi Banggai yang paling popular telah lama menjadi makanan pokok masyarakat Banggai Laut. Mulai dari bentuk yang memanjang mirip singkong, bulat tunggal, berjari dan melengkung, ubi banggai juga memiliki macam ragam tekstur dan rasa. Di sini kita bisa mencicipi hasil kukusan tanpa bumbu, dan tekstur ringan berbulir memberikan resonansi manis yang selaras di lidah. Salah satu jenis ubi ini juga menawarkan aroma harum mirip pandan.

      Ubi banggai selain masih dibudidayakan secara tradisional alami tanpa pestisida dan pupuk kimia, para petaninya ternyata masih memegang teguh teknik agrikultur kuno berdasarkan panduan konstelasi bintang. Mereka akan mulai menanam di bulan Agustus ketika satu konstelasi bintang muncul di angkasa. Lalai menjalankannya, dipercaya ubi yang ditanam tidak akan menghasilkan. Teknik pertanian kuno ini sebagian masih dipraktekkan di beberapa komunitas adat di Indonesia untuk padi-padian, bahkan di banyak manuskrip kuno Nusantara masih terdapat sisipan teknik ini untuk budidaya pertanian dan kelautan. Memang alam itu luar biasa!

      Penganan tradisional khas Tual Maluku Tenggara bernama embal juga dipamerkan di sini. Embal ini terbuat dari tepung singkong racun, yang sudah difermentasi dan dikeringkan. Selain itu, ada pula kacang kenari yang bisa dicicipi tanpa bumbu apapun. Rasanya legit dan gurih sekali di lidah dengan jejak aroma sangrai yang kuat. Penyebabnya, tepung dan tumbukan kacang kenari disangrai tanpa minyak sebelum dicetak dan dibungkus daun pisang kering. Cocok sekali disantap bersama kopi arabika Flores yang bercitarasa coklat dan kacang.

      Dari kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara ada umbi jenis lainnya bernama kabuto. Penganan sejenis singkong ini sengaja  dibiarkan terfermentasi dalam udara terbuka sehingga kulit luarnya ditumbuhi jamur. Kabuto banyak digunakan oleh para pelaut tangguh Buton sebagai makanan pokok mereka selama melaut. Ketika hendak disantap, kulit kabuto yang berjamur dikupas bersih, dicuci air, kemudian dapat direbus atau dikukus. Cara menikmatainya cukup ditaburi cacahan gula enau. Rasa khas legitnya memukau sukma.

      Dari Indonesia Timur, kita berbelok ke Sumatera. Di Kabupaten Bangka Barat ada umbi lengkir (Tacca leontopetaloides) atau jalawure (umbi taka) atau nama lainnya lagi adalah kecondang. Fungsinya oleh masyarakat dapat  digunakan sebagai pengganti beras dan tepung terigu. Walau umbi lengkir tidak dapat dimakan langsung karena beracun, namun tepung olahannya memiliki karbohidrat yang tinggi, lebih lengket dan lebih manis dari tepung terigu sehingga dapat membuat adonan kue lebih cepat mengembang. Luar biasa!

      Ada banyak varietas beras Indonesia yang sudah mulai terpinggirkan keberadaannya. Salah satunya adalah beras Adan Krayan dari Nunukan, Kalimantan Timur. Beras ini katanya favorit Sultan Brunei. Rasa legit, pulen, dan tekstur bulirnya pendek. Teknik budidayanya juga masih alami dan tradisional dengan menggunakan kerbau yang dilepas bebas di sawah yang akan ditanami selama beberapa bulan untuk menggemburkan tanah. Beras Adan Krayan telah mendapat sertifikat Indikasi Geografis,  artinya perlindungan daerah telah dikantongi oleh Indonesia, walau beras ini diam-diam banyak diselundupkan ke negara tetangga dan dikemas dengan merk berbeda.

      Selain itu, ada juga beras Kamba Bada dari Poso, Sulawesi Tengah. Beras dengan bulir pendek ini adalah beras ladang yang memiliki masa tanam 6 bulan. Beras Kamba Bada biasanya sangat baik jika digunakan untuk membuat buras (sejenis lontong) dalam berbagai acara  khusus untuk acara adat atau suguhan istimewa masyarakat setempat.