Mengenal Keanekaragaman Pangan Lokal

By retno, Kamis, 30 Juli 2015 | 17:00 WIB
Mengenal Keanekaragaman Pangan Lokal (retno)

      Bukan hanya umbi-umbian dan beras saja, aneka produk laut segar dari Papua dan kepulauan Maluku bisa dikenali ragamnya. Ada Tambelo, sumber protein suku Kamoro, Timika, Papua. Tambelo adalah sejenis cacing yang hidup di akar pohon bakau yang mati. Hidup di air payau membuat rasa tambelo mentah begitu kaya akan rasa gurih dan asin, layaknya oyster segar dari perairan dalam. Tambelo dapat dimakan mentah dengan perasan lemon cui dan rajangan cabai, bawang merah, dan tomat.

      Gula tappo Sulawesi Tengah juga menjadi salah satu produk jenius yang dahsyat dalam rasa. Gula enau ini dimasak dengan sangraian kelapa muda, kemudian dicetak dalam bentuk mini blok. Sebagai kudapan manis, rasanya lezat sekali dan cocok dimakan bersama sruputan kopi tubruk arabika Amungme dari Lembah Nemangkawi, Papua.

      Ada pula aneka buah lokal walaupun tidak banyak, karena banyak yang belum musim. Saya Namun pisang tongkang langit yang banyak ditemui di Papua dan kepulauan Maluku bisa dinikmati di sini. Pisang ini berukuran besar sekali dengan warna kulit kuning kemerahan kombinasi oranye. Kulitnya tipis sehingga  pisang ini sering dipanggang bersama kulitnya. Rasanya sendiri sangat unik, lembut dan sedikit manis serta gurih. Tak ketinggalan salak merah Riring dari Maluku (Salacca zalacca Var Amboinensis) yang berwarna merah layaknya salak Sidempuan dari Sumatera.

      Selain hasil bumi, benih juga bisa dibawa pulang. Misalnya benih bawang Tiwai (Eleutherina Americana rumph) dari Kalimantan Utara. Bawang ini bila dicelup ke dalam air mendidih berwana merah dan memiliki khasiat herbal yang luar biasa. Beberapa petani di acara ini juga berbaik hati membagikan benih loka lhotong (Cataria italica) atau jewawut dari Buru Selatan nya untuk disemai di tanah Jawa.

      Hebatnya para petani menempuh perjalanan yang tak mudah untuk sampai di acara ini. yang membutuhkan waktu 8 jam naik kapal untuk sampai ke Luwuk, terbang ke Makassar, lalu lanjut ke Surabaya, dan naik kereta ke Malang. Ada yang bersusah payah mengirimkan paket kargo lobster air laut hidup dari Papua sampai ke Malang. Ada pula yang memasak makanan khas tradisionalnya sampai larut malam demi sebuah produk berkualitas yang mereka miliki. Sampai jumpa 4 tahun lagi di acara yang sama. Bravio Petani Indonesia! (Lisa Virgiano)

*Penulis adalah Pendiri Azanaya, aktif di Maharasa Indonesia, dan pegiat pangan lokal