Dia bercerita dalam acara makan siang itu mereka hanya menyantap kentang, kerang, ikan, dan ayam itu.
"Saat kami bayar harganya 1,7 miliar (bolivar) dan di akun kami hanya ada satu miliar, jadi sama restorannya di kasih nomor rekening untuk ditransfer. Jadi asas kepercayaan saja, karena internet banking sibuk, banyak orang yang transfer," kenang Tri Astuti terkait peristiwa pada 14 Agustus lalu.
Pada awal tahun ini, dengan jumlah orang dan menu makanan yang sama mereka hanya membayar 500 juta bolivar.
Krisis ini membuat, Pemerintah Venezuela sampai harus menerbitkan uang kertas sebagai upaya mengatasi hiperinflasi.
Akibat penerbitan uang baru itu, ribuan toko tutup keesokan harinya untuk melakukan penyesuaian mata uang.
Dengan mata uang baru ini, harga secangkir kopi misalnya yang sebelumnya harganya 2,5 juta bolivar di ibu kota Caracas bulan lalu, kini harganya 25 sen bolivar.
Namun, sejumlah warga di Caracas mengatakan kepada BBC, penarikan uang hanya dibatasi 10 bolivar untuk setiap orang.
Untuk menghindari membawa uang berkantung-kantung, semakin banyak warga Venezuela yang mentransfer uang untuk transaksi kecil sekalipun di tengah harga yang melejit.
Seperti yang disaksikan wartawan BBC untuk Amerika Serikat di Caracas, para penjaga restoran memberikan rincian bank dan mempercayakan kepada pelanggan untuk mentransfer uang.
Tri Astuti dari KBRI Venezuela mengatakan, hiperinflasi sangat terasa menjelang pertengahan 2018.
Di pasar tradisional sekalipun, transaksi dilakukan melalui transfer bank karena harga sayuran mencapai 30 juta bolivar dan ikan sekitar 40 juta bolivar.