SajianSedap - Krisis ekonomi yang tengah melanda Venezuela berdampak pada melonjaknya harga makanan, salah satunya di restoran.
Seorang warga negara Indonesia di Venezuela bercerita saat dirinya harus membayar 1,7 miliar bolivar atau sekitar Rp 7 juta untuk santap siang di sebuah restoran.
BACA JUGA: Sadis, Selepas Membunuh, Pria Ini dengan Tega Menyimpan Mayat Sang Istri di Freezer Selama 3 Bulan
Tri Astuti, pelaksana fungsi ekonomi kedutaan Indonesia di Caracas mengatakan, acara makan bersama sekitar 20 orang.
Hanya dengan menyantap "menu makan siang biasa" pembayaran terpaksa dilakukan lewat transfer bank karena uang yang dibawaya tidak cukup.
Dia bercerita dalam acara makan siang itu mereka hanya menyantap kentang, kerang, ikan, dan ayam itu.
"Saat kami bayar harganya 1,7 miliar (bolivar) dan di akun kami hanya ada satu miliar, jadi sama restorannya di kasih nomor rekening untuk ditransfer. Jadi asas kepercayaan saja, karena internet banking sibuk, banyak orang yang transfer," kenang Tri Astuti terkait peristiwa pada 14 Agustus lalu.
Pada awal tahun ini, dengan jumlah orang dan menu makanan yang sama mereka hanya membayar 500 juta bolivar.
Krisis ini membuat, Pemerintah Venezuela sampai harus menerbitkan uang kertas sebagai upaya mengatasi hiperinflasi.
Akibat penerbitan uang baru itu, ribuan toko tutup keesokan harinya untuk melakukan penyesuaian mata uang.
Dengan mata uang baru ini, harga secangkir kopi misalnya yang sebelumnya harganya 2,5 juta bolivar di ibu kota Caracas bulan lalu, kini harganya 25 sen bolivar.
Namun, sejumlah warga di Caracas mengatakan kepada BBC, penarikan uang hanya dibatasi 10 bolivar untuk setiap orang.
Untuk menghindari membawa uang berkantung-kantung, semakin banyak warga Venezuela yang mentransfer uang untuk transaksi kecil sekalipun di tengah harga yang melejit.
Seperti yang disaksikan wartawan BBC untuk Amerika Serikat di Caracas, para penjaga restoran memberikan rincian bank dan mempercayakan kepada pelanggan untuk mentransfer uang.
Tri Astuti dari KBRI Venezuela mengatakan, hiperinflasi sangat terasa menjelang pertengahan 2018.
Di pasar tradisional sekalipun, transaksi dilakukan melalui transfer bank karena harga sayuran mencapai 30 juta bolivar dan ikan sekitar 40 juta bolivar.
Setelah pergantian mata uang baru, makan siang di gerai cepat saji yang biasanya sekitar 65 juta bolivar, pada Rabu (23/8) menjadi 625 bolivar.
Ambruknya perekonomian Venezuela ditandai dengan hiperinfilasi, padamnya listrik, kekurangan pasokan makanan dan obat-obatan.
BACA JUGA: Kacau Banget, Seorang Pria Asal Belanda Nekat Masukkan 18 Telur Rebus Ke Bokongnya Saat Mabuk!
Situasi ini menyebabkan jutaan warga Venezuela meninggalkan negara kaya minyak itu.
Menurut data PBB, sebanyak 2,3 juta warga Venezuela meninggalkan negara itu sejak 2014 saat krisis ekonomi mulai terasa.
Banyak yang menyalahkan Presiden Nicolás Maduro dan pemerintahnya atas situasi suram negara itu.
Rela makan daging busuk
Krisis ekonomi berkepanjangan yang dialami Venezuela dirasa semakin parah.
Sampai-sampai, masyarakat miskin di sebuah kota terpaksa membeli daging busuk!
Dilansir halaman Kompas.com, Kamis (23/8) daging busuk dijual di kota Maracibo setelah mengalami pemadaman listrik.
Krisis listrik tersebut membuat lemari pendingin untuk menyimpan daging tak bisa digunakan lagi.
Salah satu penjual daging, Johel Prieto memberi keterangan, “ tentu saja mereka memakannya. Terima kasih kepada Presiden Nicolas Maduro, sekarang orang miskin harus makan daging busuk.”
Menurutnya, listrik mulai padam sejak sembulan bulan lalu di kota yang dulunya dikenal kaya akan minyak itu.
BACA JUGA: Miris, Di Indonesia Semarak Pesta Daging, Masyarakat Miskin Venezuela Justru Rela Makan Daging Busuk
Salah satu warga Maracaibo turut buka suara, awalnya Ia tak menyadari bahwa daging yang dibelinya adalah daging busuk.
Namun, daging yang dikonsumsinya bersama tiga anaknya memiliki rasa yang aneh.
“Rasanya sedikit lebih baik jika ditambahkan lemon dan cuka,” kata Luna.
Ibu tiga anak ini mengaku dirinya sempat khawatir dengan daging busuk yang dimakannya.
Hal itu terbukti dari anak bungsunya yang sempat mengalami diare.
BACA JUGA: Wow, Terbuat dari 17.000 Timus, Replika Pabrik Gula di Karanganyar Ini Berhasil Raih Rekor MURI!
Krisis Pangan yang Tak Berujung
Sebelum krisis air dan listrik, ternyata Venezuela sudah mengalami krisis pangan berkepanjangan.
Tepatnya tahun 2016, pemerintah tidak memiliki cukup uang untuk memasok bahan pangan.
Menurut analisis Panjivo, biro analisis perdagangan global yang mengolah data dari Perserikatan Bahan-Bahan (PBB), warga Venezuela tak bsia membeli roti dan daging lagi.
Mereka hanya bisa membeli sereal dan bahan-bahan pokok dasar lainnya.
Dilansir laman CNN Money, ekonomi Venezuela telah terjun bebas ke dalam resesi parah dan Negara itu cepat kehilangan uang miliknya.
Ditambah dengan masalah nilai mata uang bolivar yang menurun drastis dalam beberapa tahun belakangan ini membuat bahan pangan menjadi sangat mahal.
Semoga Venezuela dapat kembali berjaya.