SajianSedap.com - Berlakunya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Ibukota Jakarta menandakan virus Covid-19 semakin membahayakan.
Untuk itu kita diminta untuk selalu jaga jarak.
Hal ini untuk menghindari terjadinya penyebaran covid-19 semakin meluas.
Menjaga jarak dengan orang lain setidaknya sejauh dua meter telah menjadi bagian dari protokol kesehatan yang diterapkan untuk membatasi penyebaran Covid-19.
Sayangnya, jarak dua meter ini pada kondisi tertentu mungkin tidak selalu cukup untuk menekan penyebaran virus.
Direktur Fluid Dynamics of Disease Transmission Laboratory di Massachusetts Institute of Technology (MIT) Lydia Bourouiba mengatakan, aturan jaga jarak dua meter sebetulnya merupakan sains yang sudah ketinggalan zaman.
Lydia dan para koleganya menulis sebuah paper yang dipublikasikan beberapa waktu lalu di jurnal medis BMJ.
Melalui jurnal tersebut, mereka menjabarkan alasan jaga jarak dua meter belum cukup untuk menurunkan risiko penyebaran virus.
Asal aturan dua meter
Aturan jaga jarak dua meter, atau sekitar enam kaki, berasal dari tahun 1800-an ketika ilmuwan Jerman Carl Flügge menemukan bahwa patogen hadir dalam tetesan besar yang dikeluarkan dari hidung dan mulut.
Sebagian besar tetesan ini jatuh ke tanah dalam jarak satu hingga dua meter dari orang yang terinfeksi.
Pada tahun 1940-an, kemajuan fotografi memungkinkan para peneliti menangkap gambar tetesan ekspirasi yang tersebar ketika seseorang bersin, batuk, atau berbicara.
Studi lain pada periode itu menemukan bahwa partikel besar dengan cepat jatuh ke tanah di dekat orang yang mengeluarkannya.
Studi itu memperkuat aturan dua meter, terlepas dari batasan keakuratan studi awal ini.
Studi-studi tersebut cenderung mengelompokkan tetesan ekspirasi menjadi dua kategori, yakni besar dan kecil.
Artikel berlanjut setelah video berikut ini.
Para ilmuwan mengira tetesan besar akan jatuh dengan cepat ke tanah dan tetesan kecil akan menguap sebelum mereka terbang jauh, kecuali jika didorong oleh aliran udara lain.
Namun, Jesse Capecelatro, PhD, asisten profesor teknik mesin di Universitas Michigan di Ann Arbor, yang tidak terlibat dalam penelitian baru tersebut mengatakan bahwa dalam 90 tahun terakhir, kita sudah belajar banyak tentang apa yang sebenarnya terjadi ketika kita bicara, batuk atau bersin.
Dalam sebuah tinjauan sistematis terbaru, 8 dari 10 penelitian menemukan bahwa tetesan ekspirasi dapat melakukan perjalanan lebih dari dua meter dari orang yang terinfeksi, bahkan dalam beberapa kasus hingga delapan kaki.
Dalam sebuah penelitian, para peneliti menemukan jarak penularan virus bisa mencapai hampir empat meter.
Ada pula kasus latihan paduan suara di negara bagian Washington pada Maret lalu, di mana satu orang dengan gejala Covid-19 menularkan virus ke setidaknya 32 penyanyi lainnya.
Kekuatan mengembuskan napas ketika bernyanyi dianggap membantu penyebaran virus tersebut.
Meski begitu, faktor lain seperti berbagi makanan atau benda lainnya juga bisa berkontribusi.
Selain itu perlu juga jaga imunitas atau daya tahan tubuh untuk melawan penyakit.
Sistem daya tahan tubuh akan melindungi tubuh dari serangan organisme atau kuman penyebab penyakit.
Sama halnya dengan bayi atau anak-anak, orang dewasa dan lanjut usia (lansia) juga memerlukan daya tahan tubuh yang kuat agar tidak mudah sakit.
Berikut ini adalah beragam makanan yang bisa menurunkan daya tahan tubuh tersebut:
1. Gula
Membatasi konsumsi gula adalah ide yang bagus untuk menjaga daya tahan tubuh tetap prima.
Melansir Buku 50 Resep Makanan untuk Meningkatkan Daya Tahan Tubuh (2010) oleh Lenny Jusup, mengonsumsi gula berlebih atau seringnya mengasup makanan yang mengandung zat gula tinggi dapat menekan sistem imunitas.
Selain itu, kadar gula yang tinggi juga dapat mengurangi kemampuan sel darah putih dalam menghancurkan bibit penyakit.
Batas konsumsi gula yang disarankan oleh Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) adalah 50 gram (4 sendok makan) gula per orang per hari.
2. Minyak
Sama halnya dengan gula, konsumsi minyak maupun makanan sumber lemak lainnya secara berlebih dapat pula menekan sistem imunitas dan mengurangi kemampuan sel darah putih dalam menghancurkan bibit penyakit.
Mengasup makanan sumber lemak berlebih bahkan dapat menimbulkan risiko berbagai penyakit berbahaya, seperti kanker, gangguan jantung dan diabetes.
3. Garam
Banyak orang mungkin telah memahami mengonsumsi garam (natrium) secara berlebih dapat memicu masalah kesehatan seperti retensi cairan dan tekanan darah tinggi.
Tetapi, konsumsi garam secara berlebih ternyata berkaitan juga dengan penurunan daya tahan tubuh.
Melansir Health, sebuah studi dari University Hospital of Bonn yang dilakukan pada manusia dan tikus menyimpulkan bahwa terlalu banyak garam dapat menyebabkan penurunan kekebalan.
Para peneliti menemukan bahwa ketika ginjal mengeluarkan kelebihan natrium, efek domino terjadi yang mengurangi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi bakteri.
Meskipun Covid-19 adalah penyakit akibat infeksi virus, namun dapat menyebabkan infeksi bakteri sekunder.
KOMENTAR