Bikin Geger! Pabrik Tahu di Indonesia Disorot Media Asing Karena Gunakan Plastik jadi Bahan Bakar! Bahayanya Mengerikan Banget
SajianSedap.com - Sampah plastik menjadi masalah yang tak henti-hetinya jadi perbincangan banyak orang.
Bukan hanya mencemari lingkungan, sampah plastik juga dapat berbahaya bagi kesehatan bila diolah dengan sembarang.
Pada 2019 lalu warga digemparkan dengan penggunaan sampah plastik untuk pembuatan tahu.
Sebuah pabrik tahu di Desa Tropodo, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo, ternyata menggunakan sampah impor untuk pembuatan tahu.
Bahkan di daerah tersebut, lebih dari 30 perusahaan tahu menggunakan campuran plastik dan kertas sebagai bahan bakarnya, lho!
Lalu, apa saja bahaya menggunakan sampah plastik sebagai bahan bakar?
Yuk kita simak info berikut.
Sampah-sampah yang didapatkan pabrik-pabrik tahu itu ternyata sebagian besar datang dari AS.
Olahan kacang kedelai yang kaya protein itu diproduksi di halaman belakang.
Alasan Pemilik Pabrik Gunakan Plastik jadi Bahan Bakar
Salah satu pemilik pabrik tahu, Jumaati, mengatakan bahwa menggunakan sampah impor dalam pembuatan tahu di pabrik tahunya untuk menekan biaya operasional.
"Lebih murah tentunya, karena untuk satu mobil pikap penuh berisi sampah, hanya berharga Rp 300 ribu saja," ungkap Jumaati kepada TribunMadura.com.
"Sedangkan dengan ukuran mobil pikap berisi kayu, dihargai sekitar Rp 500 hingga Rp 600 ribu," sambung dia.
Ia mengaku, sampah impor diangkut menggunakan mobil pikap ke tempatnya sesuai dengan permintaan tahu yang dibuatnya.
"Kadang satu mobil saja. Terkadang dua mobil, namun kebanyakan satu mobil saja," ujarnya.
Sebelumnya, Jumaati mengaku, selalu menggunakan kayu untuk proses pemanasan tungku kedelai tersebut.
"Namun saat melihat para pemilik pabrik tahu lainnya memakai sampah impor, akhirnya saya juga ikut memakainya," ucap dia.
Permasalah ini pun bahkan menjadi sorotan media asing.
Dapat Timbulkan Konsekuensi Racun
Dilansir media AS New York Times, asap dan abu dari plastik yang terbakar menimbulkan konsekuensi racun.
Menguji telur ayam yang ada di sana, laporan dari aliansi kelompok lingkungan hidup Indonesia dan asing menemukan kandungan racun.
Termasuk di dalamnya adalah dioxin, polutan yang dikenal dapat menyebabkan penyakit kanker, Parkinson, hingga cacat saat lahir.
Warga setempat bernama Karnawi yang tinggal di dekat tujuh pabrik tahu, para pekerja bakal mulai membakar pada pagi buta hingga malam.
"Ini terjadi setiap hari, dengan asap itu selalu berada di udara. Saya jadi tidak bisa bernapas," ucap pria berusia 84 tahun itu.
Dalam laporan yang dirilis, telur yang dihasilkan oleh salah satu ayam dari Karnawi tercatat mengandung dioxin tinggi yang pernah terekam.
Kandungan dioxin dalamnya tertinggi kedua di Asia setelah telur yang dikumpulkan dekat Bien Hoa, bekas pangkalan udara AS saat Perang Vietnam.
Artikel berlanjut setelah video berikut ini.
Dilaporkan New York Times, racun dioxin itu bermula ketika negara-negara Barat melakukan upaya penyortiran sampah untuk didaur ulang.
Kebanyakan sampah itu kemudian dikirim ke luar negeri, termasuk ke Indonesia, di mana dikombinasikan dengan sampah lokal untuk diolah.
Namun, ada sampah yang tidak bisa didaur ulang, dan berakhir menjadi bahan bakar di pabrik tahu di Tropodo, desa di timur Pulau Jawa.
"Benda ini dikumpulkan dari AS dan negara lain, dan kemudian dijadikan sumber pengapian pabrik," kata Yuyun Ismawati dari Nexus3 Foundation.
Tujuan akhir dari sampah-sampah hasil penyortiran itu adalah Tropodo.
Setiap hari, sebuah truk mengangkut kertas dan plastik, dan menurunkan muatannya di pabrik tahu.
Menurut sopir truk yang bernama Fadil, dia sudah mengantarkan muatan plastik dan kertas ke industri tahu selama 20 tahun terakhir.
Warga Tripodo yang resah akan pencemaran bahan bakar plastik
Karena sudah berlangsung berpuluh-puluh tahun lamanya, banyak dari warga Tropodo mengaku tidak berdaya untuk mencegah pembakaran sampah plastik tersebut.
Para pembuat tahu di Tropodo mengungkapkan, mereka berpindah dari plastik ke kayu bakar sejak bertahun-tahun yang lalu.
Nanang Zainuddin misalnya, Dia mengaku menggunakan plastik karena murah.
Bahkan dia mengungkapkan harganya sepersepuluh dari kayu bakar.
"Jika pemerintah berniat untuk memberikan solusi, tentu akan bagus sekali," terangnya.
Mantan kepala desa Tropodo Ismail yang juga produsen tahu menuturkan, dia sempat melarang penggunaannya pada 2014 silam.
Tetapi larangan itu hanya bertahan selama beberapa bulan sebelum mereka beralih ke plastik.
"Para pembuat tahu di sini hanya mencari untung, untung, dan untung. Mereka tidak memperhitungkan akibat dari perbuatan mereka," paparnya.
Cara Menyimpan dan Menghangatkan Sate Sisa Pesta BBQ Tahun Baru Untuk Dimakan Lagi
Penulis | : | Rafida Ulfa |
Editor | : | Rafida Ulfa |
KOMENTAR