Menurut Rahmat, seorang ayah kerap dilabeli sebagai sosok yang tak mampu mengurus anak dan melakukan pekerjaan rumah.
Selain itu, sikapnya cenderung tegas, galak, dan kasar.
"Yang baik-baik cuma ke ibunya, yang galak-galak ke ayahnya," tambahnya sambil tertawa.
Namun, menurutnya, hal ini bisa terjadi karena laki-laki jarang diajarkan cara mengasuh anak yang baik dan benar.
Mereka lebih sering mencontoh dari orangtua, teman, hingga lingkungan.
Dari situ, laki-laki menerapkan perilaku serupa yang orang lain ajarkan. Rahmat menambahkan, "Tumbuh kembang kita arahnya lebih ke luar rumah, bukan ke dalam rumah. Ada juga adat yang menjaga laki-laki, seperti tidak boleh cuci piring."
Menurutnya, stigma ini bisa dihapuskan kalau semua istri paham bahwa banyak laki-laki yang tak dipersiapkan sebagai seorang ayah.
Mayoritas mereka hanya disiapkan sebagai suami. Laki-laki kerap tak diberi kesempatan untuk belajar.
Akhirnya, saat sudah memiliki anak, laki-laki pun tak siap.
Maka dari itu, agar seimbang, semua pasangan harus mampu saling mengajarkan.
"Harusnya para istri juga paham posisi laki-laki banyak batasan sosialnya. Maka, yaudah deh kita belajar bareng-bareng yuk. Kan harusnya gitu dong, ya."
Dengan begitu, rumah tangga pun akan berjalan baik karena istri dan suami memiliki kesepahaman yang sama.
"Harusnya sih, tidak ada pembagian bad cop dan good cop gitu. Karena begitu jatuh pada aturan keluarga atau kesepakatan, maka harusnya suami dan istri punya satu kata yang sepakat."
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Hari Ayah Nasional 12 November: Sejarah, Ucapan, dan Link Twibbon
Source | : | Kompas |
Penulis | : | Idam Rosyda |
Editor | : | Idam Rosyda |
KOMENTAR