2. Lebih sabar
Pasca mengalami bencana, anak-anak akan bertingkah lebih ekstra daripada biasanya. Misalnya dengan mencari perhatian berlebih, lebih cengeng atau kerap marah-marah.
Jangan mudah terpancing emosi, sebaliknya orangtua harus lebih bersabar menghadapi anak. Dr. Baldwin menyebutkan jika sikap ini hanya sementara sehingga akan menghilang seiring waktu.
3. Ajak anak memahami kejadian yang dialami
Kadangkala anak-anak memiliki pola pikir yang ajaib, begitu pula mengenai penyebab bencana. Mungkin saja mereka kira gempa di Malang terjadi karena adanya Godzilla, efek dari tayangan yang dinikmati.
Antisipasi pula pikiran bencana terjadi karena kesalahan yang mereka perbuat.
"Anak usia tiga tahun cenderung memiliki pemikiran magis. Setelah topan, mereka mungkin berpikir, 'Saya berteriak pada ibu dan kemudian angin kencang datang', ”kata Dr Baldwin.
Ajak anak memahami kejadian bencana dengan cara sederhana. Jika kebingungan, orangtua bisa mencari video atau buku yang membahas soal terjadinya bencana bagi anak-anak.
4. Kurangi paparan media
Batasi akses anak terhadap media agar tidak terpapar terlalu banyak akan berita bencana. Pasalnya, mereka bisa mengira hal itu terjadi lagi dan memperparah trauma yang dirasakan.
Steven Berkowitz, Ketua Persoalan Bencana dan Trauma di American Academy of Child and Adolescent Psychiatry, mengatakan ada kecenderungan orangtua dan anak terpaku pada berita buruk itu.
"Tindakan ini tidak baik efeknya untuk anak-anak karena mereka tidak memahami segalanya, dan itu membuat kewalahan." ujar dia seperti dimuat di laman Huffpost.
Matikan televisi dan atur gadget agar tidak menayangkan terlalu banyak konten bencana. Dengan cara ini, anak akan menyadari jika ada akhir dari kejadian buruk yang dirasakan dan bukannya malah terus terjebak dari perasaan yang sama.
Penulis | : | Amelia Pertamasari |
Editor | : | Virny Apriliyanty |
KOMENTAR