SajianSedap.com - Bencana gempa bumi yang terjadi pada Senin (21/11/2022) di Cianjur, Jawa Barat menjadi duka bagi Indonesia.
Gempa dengan M 5,6 itu mengakibatkan ratusan korban meninggal dunia serta ribuan lainnya mengalami luka-luka.
Tercatat korban meninggal dunia dalam bencana gempa bumi ini menjadi 310 orang pada Jumat (25/11). Sementara korban gempa yang belum ditemukan mencapai 24 orang.
Selain itu, sebanyak 15 kecamatan di Cianjur terdampak gempa.
Ribuan rumah warga hancur dan sekitar 61 ribu lebih warga harus mengungsi di sejumlah titik pengungsian.
Hingga saat ini, peristiwa tersebut masih menjadi perhatian masyarakat. Tak terkecuali bagi para publik figur.
Bahkan, sejumlah publik figur diketahui tergerak untuk mengulurkan bantuan dan berbondong-bondong melihat langsung korban bencana tersebut.
Tak terkecuali Nathalie Holscher yang datang langsung mengunjungi posko gempa di Cianjur, Jawa Barat.
Bukannya di apresiasi, perbuatan mantan istri Sule itu justru dinyinyiri oleh netizen.
Hal ini lantaran Nathalie Holscher hanya membawa permen ke posko tempat ia meninjau korban gempa.
“Ngasih apaan, permen saya juga mampu beli permen, permen buat cuci mulut bukan kenyang ke perut,” komentar Nofi Rafika Susanti.
Hingga hal tersebut langsung dijawab oleh Nathalie Holscher. Menurut Nathalie Holscher dirinya tak hanya sekadar membawa permen ke posko bencana gempa di Cianjur.
Melainkan ia juga membawa sembako yang sudah ia turunkan di posko. “Sembako udah ditarok di posko zeyeng,” jawab Nathalie Holscher.
Hingga komentar Nofi Rafika Susanti ini juga dibagikan oleh Nathalie Holscher di akun Instagramnya.
Ternyata Nofi Rafika Susanti merupakan warganet yang bekerja di Satpol PP Sumenep.
Bahkan postingan itu langsung dibalas oelh Satpol PP Sumenep, hingga melakukan permintaan maaf kepada Nathalie Holscher.
Namun warganet langsung geram dengan kelakuan netizen yang nyinyir dengan perbuatan Nathalie Holscher.
ananda_9713: Kalau ngasih bantuan kan urusannya sama orang dewasa, ya kali bocil2 ngurusi bantuan kaya sembako. Bantuan juga nggak harus bentuk barang, main sama bocah2 buat ngilangin trauma mereka juga termasuk bantuan kok.
rossashb: Fix lo dtg aja ksana akses susah g bs ksh kebahagiaan stidkny jgn nyinyir lah.
claranggun98_: astaga masih ada aja yg julid, gaktau yaa anak kecil tu kalau dikasi permen ajaa udah seneng, toh juga ga mungkin kesana cuma bawa permen doang ada aja detergen yg julid hatinya, kotor akhlaknya.
Tampak bunda Adzam ini juga mengunggah video saat ia membagikan permen ke anak-anak korban gempa di Cianjur.
Nathalie Holscher terlihat bergitu dekat dengan anak-anak saat ia membagikan permen.
“Kita bagi sama-sama, sama rata,” sebut Nathalie Holscher.
Bagi Nathalie Holscher tujuannya membagikan permen tersebut agar anak-anak merasa bahagia.
“Udah kebagian semua, yang penting Happy ya,” sebut Nathalie Hoslcher.
Bahkan Nathalie Holscher sempat mencium anak-anak balita yang minta permen kepadanya.
“Kamu nggak mau cium aku dulu, cium dulu dong. Kalau nggak aku nggak mau kasih permen,” kata Nathalie Holscher.
Perbuatan Nathalie Holscher ini membuat mantan istri Sule banjir dukungan dari warganet.
Sebab dengan bantuan yang diberikan, itu sangat membantu para korban yang terdampak bencana.
Adapun hal serupa pernah dialami oleh Nikita Mirzani yang dicibir oleh para netizen usai mengumbar sumbangan senilai Rp 200 juta untuk para korban bencana alam yang tengah menimpa Sulawesi Barat dan Kalimantan Selatan pada Januari 2021 lalu.
Nikita Mirzani melalui postingan di Instagram mengumbar jumlah dana bantuan dari kantongnya sendiri, Rp200 juta.
Sebutkan nominal, Nikita disebut pamer. Menyahuti sang netizen, Nikita justru ngaku bangga terhadap dirinya sendiri.
Karena bentuk bantuan yang diberikan oleh Nikita itu tentu dapat meringankan beban korban bencana.
Sebab bencana alam tentu dapat memberikan kerugian materil, gangguan kesehatan, dan efek psikologis pada masyarakat, maka bantuan yang diberikan baik oleh Nathalie Holscher dan Nikita Mirzani sangatlah membantu.
Terutama bantuan upaya penanganan kesehatan jiwa bagi para korban, khususnya pada anak-anak, seperti yang dilakukan oleh Nathalie Holscher.
Menurut sebuah penelitian, dampak psikologis cenderung lebih dirasakan oleh anak. Mereka mudah sekali mengalami trauma dengan memberikan respon dengan berbagai cara, baik secara psikologis maupun emosional.
Ini karena perpindahan yang secara tiba-tiba terjadi, perubahan lingkungan secara mendadak, bahkan reunifikasi yang tertunda mampu sehingga membuat stres pada anak.
Anak-anak yang terkena bencana dapat mengalami trauma dengan memberikan respon dengan berbagai cara, baik secara psikologis maupun emosional.
Gejala-gejala dan respon gangguan trauma pascabencana yang timbul dan bisa dialami oleh seseorang yang pernah mengalami peristiwa tersebut, di antaranya:
- Sering teringat atau terbayang kejadian pemicu trauma tersebut
- Mengalami gangguan tidur
- Sering memimpikan kejadian tersebut
- Kecemasan yang tidak dapat dihindari
- Mudah marah
- Sulit berkonsentrasi
Dalam kondisi pascabencana, anak-anak yang juga menjadi korban sering melihat anggota keluarga mengalami stres dan dilanda rasa khawatir yang sangat besar. Mereka terpaksa tinggal di penampungan sementara dan mengalami banyak perubahan pada rutinitas dan lingkungan mereka.
Selama masa ini terjadi, dukungan orang tua dan orang dewasa lainnya menjadi penting, karena orang-orang ini yang paling dekat dan akrab dengan anak, sehingga bisa memberikan respon dan tanggapan yang tepat terhadap reaksi yang dikeluarkan tadi.
Untuk itu diperlukan perlakuan khusus agar bencana yang terjadi tidak memberikan trauma psikologi terhadap anak.
Ini disebut dengan pemulihan trauma atau trauma healing, suatu proses pemberian bantuan berupa penyembuhan untuk mengatasi gangguan psikologis seperti kecemasan, panik, dan gangguan lainnya karena lemahnya ketahanan fungsi-fungsi mental yang dimiliki individu.
Terlebih lagi kita tinggal di Indonesia, negara dengan risiko bencana yang cukup tinggi dan beragam. Dr Andrea Baldwin dari Queensland Centre for Perinatal and Infant Mental Health, Australia pernah mengungkapkan pandangannya secara khusus tentang kasus semacam ini.
Dia mengatakan, perlu sikap khusus dari orangtua untuk membantu anak menyiapkan diri, menghadapi dan pulih dari trauma pasca bencana alam.
"Ada peningkatan gejala klinis pada anak, yang pasti, gelisah, tak mau lepas dari orangtua, megamuk, cemas akan perpisahan dan sikap menentang orangtua," ujar dia dikutip dari laman First Five Years.
Karena itu, kita harus cermat membicarakannya dengan anak untuk membantu mereka mengatasi trauma. Selain itu, pemahaman sejak dini bisa menjadi mitigasi bencana yang membuat anak menjadi pribadi yang lebih siap.
Setidaknya, ada tiga cara yang bisa dilakukan orangtua untuk mendampingi anak setelah mengalami bencana alam yakni:
1. Mempertahankan rutinitas
Ketika gempa bumi terjadi di Cianjur, Jawa Barat, pada siang hari, kebanyakan anak sedang menjalani berbagai aktivitas. Getaran yang terasa tentu saja mengganggu aktivitas itu dan mengejutkan anak-anak.
Dalam kasus semacam ini, Dr Baldwin menyarankan untuk tetap mempertahankan rutinitas seperti biasa, pasca bencana. Lakukan kegiatan seperti biasa termasuk soal jenis aktivitas maupun waktunya.
Cara ini akan menjadi fase penyembuhan bagi anak untuk kembali seperti biasanya.
Baca Juga: Gempa M 5,6 Guncang Jakarta, Ini 5 Tindakan yang Harus Dilakukan saat Gempa Bumi
Pada masa itu, biarkan anak mengutarakan pertanyaan maupun perasaannya berkenaan dengan bencana yang dialami. Tujuannya untuk melepaskan stres anak terhadap situasi traumatis yang belum lama mereka alami.
2. Lebih sabar
Pasca mengalami bencana, anak-anak akan bertingkah lebih ekstra daripada biasanya. Misalnya dengan mencari perhatian berlebih, lebih cengeng atau kerap marah-marah.
Jangan mudah terpancing emosi, sebaliknya orangtua harus lebih bersabar menghadapi anak. Dr. Baldwin menyebutkan jika sikap ini hanya sementara sehingga akan menghilang seiring waktu.
3. Ajak anak memahami kejadian yang dialami
Kadangkala anak-anak memiliki pola pikir yang ajaib, begitu pula mengenai penyebab bencana. Mungkin saja mereka kira gempa di Malang terjadi karena adanya Godzilla, efek dari tayangan yang dinikmati.
Antisipasi pula pikiran bencana terjadi karena kesalahan yang mereka perbuat.
"Anak usia tiga tahun cenderung memiliki pemikiran magis. Setelah topan, mereka mungkin berpikir, 'Saya berteriak pada ibu dan kemudian angin kencang datang', ”kata Dr Baldwin.
Ajak anak memahami kejadian bencana dengan cara sederhana. Jika kebingungan, orangtua bisa mencari video atau buku yang membahas soal terjadinya bencana bagi anak-anak.
4. Kurangi paparan media
Batasi akses anak terhadap media agar tidak terpapar terlalu banyak akan berita bencana. Pasalnya, mereka bisa mengira hal itu terjadi lagi dan memperparah trauma yang dirasakan.
Steven Berkowitz, Ketua Persoalan Bencana dan Trauma di American Academy of Child and Adolescent Psychiatry, mengatakan ada kecenderungan orangtua dan anak terpaku pada berita buruk itu.
"Tindakan ini tidak baik efeknya untuk anak-anak karena mereka tidak memahami segalanya, dan itu membuat kewalahan." ujar dia seperti dimuat di laman Huffpost.
Matikan televisi dan atur gadget agar tidak menayangkan terlalu banyak konten bencana. Dengan cara ini, anak akan menyadari jika ada akhir dari kejadian buruk yang dirasakan dan bukannya malah terus terjebak dari perasaan yang sama.
Penulis | : | Amelia Pertamasari |
Editor | : | Virny Apriliyanty |
KOMENTAR