Sesuai embel-embel yang mengikuti namanya, serabi berasal dari Solo dan surabi dari Bandung.
Serabi berasal dari bahasa Jawa yakni “rabi” yang artinya “kawin”. Konon kata ini menggambarkan proses pembuatan serabi yang singkat alias “sekali kawin” sudah jadi.
Sementara itu, penyebutan surabi berasal dari bahasa Sunda yaitu “sura” yang memiliki arti “besar”.
Perbedaan selanjutnya terletak pada bahan baku tepung yang digunakan.
Serabi umumnya dibuat dari tepung beras sehingga menghasilkan tekstur yang lebih lembut daripada surabi yang umumnya menggunakan tepung terigu.
"Jika menggunakan tepung beras hasilnya lebih lembut, dibandingkan dengan tepung beras hasilnya lebih kenyal dan keras," jelas Lidia.
Serabi umumnya hanya memiliki dua varian rasa, yaitu original dan meses cokelat. Serabi bercita rasa manis bercampur gurih karena tambahan santan.
Sementara itu, surabi ada yang disajikan dengan cita rasa manis dan asin gurih.
Versi manisnya ditambahkan kinca atau gula merah cair. Sedangkan versi gurihnya menggunakan oncom, telur, ayam, hingga mayones.
Cara memasak serabi tak pernah berubah seiring berjalannya waktu, dengan cara dimasak menggunakan wajan cekung.
Sementara surabi menggunakan tungku dari tanah liat dan kayu bakar, tapi ada yang mulai menggunakan kompor dengan mempertahankan penggunaan wajan kecil yang terbuat dari tanah liat.
Baca Juga: Cicipi Makanan Khas Solo di 6 Tempat Makan Legendaris ini, Kental Akan Cita Rasa Tradisional
5 Rekomendasi Oleh-oleh Khas Jogja Serba Minuman, Dijamin Otentik dan Enak Banget
Penulis | : | Amelia Pertamasari |
Editor | : | Raka |
KOMENTAR