Tepung singkong diolah lalu dicetak lalu dijemur dan digoreng.
Rakyat Indonesia dari kalangan bawah hanya bisa menyantap kerupuk sebagai lauk.
Sebab bahan makanan seperti daging pada masa itu sangat minim, dan jika pun ada di pasar harganya sangat mahal.
Fadly juga memaparkan, tahun 1930-an hingga 1940-an masyarakat sangat kekurangan bahan pangan.
Masyarakat hanya bisa makan dari kerupuk dan nasi, selain itu juga olahan bahan pangan yang murah seperti singkong.
“Kalau sekarang makan kerupuk adalah hal yang biasa, tapi di balik itu kerupuk menjadi simbol keprihatinan,” ujar Fadly lagi.
Walaupun sama-sama kerupuk, namun rambak dan kerupuk aci dikonsumsi oleh masyarakat dengan kasta sosial yang berbeda.
Rambak yang terbuat dari kulit sapi sering dikonsumsi oleh masyarakat Hindia Belanda kalangan atas seperti priyayi.
“Bagi masyarakat pribumi dari kalangan jelata maupun kalangan bangsawan, juga menikmati kerupuk rambak,” ujar Fadly lagi.
Pada masa kerajaan, rambak dijadikan sebagai hidangan pelengkap pada saat jam makan tiba.
Fadly mengatakan hal ini sama seperti masa sekarang yang menjadikan kerupuk sebagai makanan pendamping kegemaran masyarakat Indonesia.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Sejarah Kerupuk di Indonesia: Kerupuk Aci dan Rambak jadi Makanan Pendamping Masyarakat Kuno.
5 Rekomendasi Oleh-oleh Khas Jogja Serba Minuman, Dijamin Otentik dan Enak Banget
KOMENTAR