SajianSedap.com - Anda sepertinya sudah familiar dengan buah bernama ciplukan ini bukan?
Tanaman ciplukan dapat dengan mudah ditemukan di tempat-tempat seperti persawahan, pinggir sungai atau semak-semak.
Buah ini berbentuk bulat, berwarna kuning oranye dan terdapat kulit tips menyerupai kelopak di luarnya dengan rasa manis dan agak mirip tomat yang nikmat.
Di negara lain, ciplukan disebut golden berry, inca berry, peruvian groundcherry, poha berry, goldenberry, husk cherry atau cape gooseberry.
Dahulu, buah ciplukan dianggap tidak berharga, bahkan kerap dianggap sebagai tanaman liar yang mengganggu.
Namun demikian, kini buah ciplukan sudah naik kelas. Karena ternyata memiliki manfaat yang luar biasa, saat ini harga buah ciplukan sangat tinggi.
Bahkan di luar negeri, harga 1 kilo buah ciplukan mencapai ratusan ribu karena banyaknya dicari.
Contohnya, di situs jual-beli online internasional, Amazon, 3 pak buah ciplukan segar seberat 3 ons dijual dengan harga 28,87 dollar AS atau sekitar Rp 418.000. Harga satu onsnya mencapai 1,8 dollar AS atau sekitar Rp 26.085.
Sementara, di platform jual beli online Alibaba, setengah kilogram ciplukan dihargai 9 dollar AS atau sekitar Rp 130.000.
Buah yang dijual itu diproduksi atau berasal dari Vietnam, Adapun di Trade India, satu bungkus ciplukan dihargai 2.000 rupee atau sekitar Rp 388.000.
Lantas apa manfaatnya?
Melansir buku Ragam dan Khasiat Tanaman Obat (2008) oleh Hieronymus Budi Santoso, tanaman ciplukan memiliki zat yang bermanfaat untuk kesehatan, antara lain sebagai berikut.
Deretan zat dan senyawa dari kandungan buah ciplukan tersebut membuat tanaman ini dipercaya dapat mengatasi berbagai gangguan kesehatan.
Berikut ini manfaat kesehatan dari buah ciplukan yang bisa diperoleh dengan mengonsumsinya.
Ekstrak ciplukan dapat dimanfaatkan untuk mengatasi tekanan darah tinggi (hipertensi).
Cara mengolah ciplukan untuk hipertensi, sediakan lima gram ciplukan kering dan rebus dalam 110 mililiter air.
Tunggu rebusan selama 10-15 menit, sambil sesekali diaduk. Lalu saring, tunggu sampai dingin, baru minum dua kali sehari.
Perhatikan, air rebusan ciplukan tidak boleh diminum setelah 24 jam karena sudah rusak.
Untuk mengobati kencing manis, rebus 10 gram ciplukan kering dalam 400 mililiter air.
Tunggu rebusan selama 10-15 menit, sambil sesekali diaduk. Lalu saring, tunggu sampai dingin, baru minum dua kali sehari.
Ciplukan juga dimanfaatkan untuk mengatasi penyakit batu ginjal.
Melansir buku Ahli Atasi Kolesterol, Hipertensi, Diabetes (2016) oleh Trubus, kandungan antibakteri dalam ciplukan dapat meluruhkan endapan kalsium dalam ginjal.
Untuk mengatasi batu ginjal, gunakan campuran 10 gram ciplukan kering, 15 gram bawang dayak kering, 15 gram meniran kering, 15 gram kumis kucing kering, 30 gram kejibeling kering, dan 10 gram daun sendok kering.
Campuran tersebut direbus dalam lima gelas air, dan tunggu sebentar sampai air rebusan susut menjadi tiga gelas. Saring, lalu minum tiga kali sehari.
Untuk menjamin keamanan obat tradisional ciplukan, pastikan Anda berkonsultasi dengan dokter sebelum mengonsumsi ramuan di atas.
Mengonsumsi buah-buahan secara berlebihan dapat menyebabkan malabsorpsi dan iritasi fruktosa di usus, yang mengarah pada kembung, sindrom iritasi usus, asam lambung, usus bocor, dan juga meningkatkan kadar gula darah.
Ahli gizi Pooja Malhotra mengatakan, buah-buahan paling baik dikonsumsi saat pagi hari. Namun, jangan mengonsumsi buah setelah makan besar.
"Rata-rata kita mengonsumsi sekitar 300 sampai 400 kalori dalam sekali makan," ujar Pooja.
Menurut dia, buah-buahan memiliki fruktosa, yang dapat menambah jumlah kalori yang kita konsumsi dalam satu kali makan.
Sebab, mengonsumsi buah-buahan bersama dengan makanan utama bisa membuat kita sembelit.
Hal ini juga dapat menyebabkan sakit perut dan penumpukan gas.
Ia menyarankan, sebaiknya kita mengonsumsi buah segar, hindari konsumsi makanan utama setidaknya setengah jam setelah mengonsumsi buah.
Artikel ini telah tayang di Kompas dengan judul 6 Manfaat Kesehatan Buah Ciplukan, Tanaman Sawah yang Rambah Supermarket
Source | : | Kompas |
Penulis | : | Amelia Pertamasari |
Editor | : | Raka |
KOMENTAR