Selain Sakit & Telat Makan, Komisioner KPU Katakan 119 Petugas KPPS yang Meninggal Hadapi Tekanan Tudingan Curang

By Lena Astari, Rabu, 24 April 2019 | 14:15 WIB
Perjuangan para pahlawan pemilu (dok. instagram/santidjiwandonoinc)

SajianSedap.com - Sebanyak 119 petugas KPPS dinyatakan meninggal usai menjalankan tugasnya.

Selain karena sakit dan telat makan, Komisioner KPU mengatakan kalau mereka juga hadapi tekanan tudingan curang dari berbagai pihak.

Hal itulah yang semakin mempengaruhi kesehatan mereka setelah kelelahan bertugas.

Baca Juga : Upload Foto Olahan Quaker Oats dan Dapatkan Liburan Gratis ke Bangkok dan Malang!

Tudingan ini kemudian membuat mereka memastikan kembali apakah surat suara sudah terhitung dengan benar dan sesuai dengan jumlah pemilih DPT.

Tentu saja hal itu membuat mereka bekerja dari pagi hingga pagi lagi.

Upah 500 Ribu Tak Sebanding dengan Nyawa

Dilansir dari Tribun News, sementara ini diduga petugas KPPS yang meninggal dan sakit itu karena kelelehan usai bertugas mengawal penghitungan hingga rekapitulasi suara.

Petugas KPPS merupakan warga biasa di tengah masyarakat yang diangkat dan disumpah untuk bekerja melaksanakan pemungutan suara dengan prinsip jujur, adil, langsung, bebas, umum dan rahasia.

Dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-118/MK.02.2016 tentan‎g Penetapan Standar Biaya Honorarium Tahapan Pemilu, upah untuk Ketua KPPS sebesar Rp 550 ribu dan anggota Rp 500 ribu.

Baca Juga : Jatuh Saat Antar Makan Untuk Ibunya, Gadis 17 Tahun Meninggal Setelah Jadi Saksi di TPS Dari Subuh hingga Subuh

Tribun mewawancarai komisioner KPU Purwakarta, Sabtu (20/4) Ramlan Maulana untuk memberikan gambaran umum seberat apa beban kerja petugas KPPS. ‎

Seperti diketahui, dua petugas PPS di Kabupaten Purwakarta meninggal dunia.

Ramlan mengatakan, tugas dan beban kerja petugas KPPS di Pemilu 2019 yang mengagendakan pemilihan presiden, DPRD kota, kabupaten dan provinsi lalu pemilihan DPR dan DPD RI ini lebih berat dibanding Pemilu 2014 yang hanya memilih anggota DPR RI, DPRD kota, kabupaten, provinsi dan DPD RI saja dan untuk Pilpres 2014, digelar usai Pemili Legislatif.

Baca Juga : Bingung Mau Masak Apa Besok? Resep Nasi Ikan Lapis Dadar Ini Bisa Jadi Menu Bekal Istimewa

Sehingga, ada jeda waktu untuk istirahat dan berkas administrasinya tidak sebanyak pada Pemilu 2019.

"Petugas KPPS bekerja hampir seminggu sebelum hari HA dengan melaksanakan pengumuman dan sosialisasi. ‎Lalu, 3 hari sebelum hari H, harus mendistribusikan surat C 6 yang berisi panggilan memilih. Mereka menyalin nama pemilih di DPT ke C6 secara manual,"ujar Ramlan.

Mereka juga belum akan merasa tenang jika logistik pemilu belum sampai ke tangan mereka.

Baca Juga : Tak Cuma Tampil Anggun dengan Hijab, Penampilan Selvi Ananda saat Gendong Jan Ethes Di Restoran Sukses Curi Perhatian

Misalnya, logistik kotak suara hingga surat suara itu sendiri.

Tidak jarang, proses persiapan itu sudah menguras tenaga, waktu dan pikiran.

Belum rehat sejenak, pada hari H, 17 April‎, mereka sudah membuat TPS dan jam 06.00 mulai bertugas kemudian pukul 07.00 hingga pukul 13.00, mereka melayani proses pemungutan suara.

Baca Juga : Terlalu Sering Meneguk Minuman Keras hingga Jelang Persalinan, Wanita Ini Lahirkan Bayi dalam Kondisi Mabuk

Kata Ramlan, itu bukan perkara gampang karena pada pelaksanaannya, mereka menemukan sejumlah kendala.

Seperti melayani daftar pemilih tambahan (DPTb) atau pemilih pindahan hingga daftar pemilih khusus (DPK), syukur-syukur juga DPTb dan DPK ini syarat administrasinya lengkap, jika tidak, kata Ramlan, menimbukan dilema baru.

"Kalau pemilih sesuai DPT mah kan tinggal masuk, layani, selesai," kata Ramlan.

Baca Juga : Tiup Kue dari Kejutan Ulang Tahun yang Gagal, Penampilan Sederhana Kahiyang Ayu Jadi Sorotan

Artikel berlanjut setelah video berikut ini

Usai tujuh jam melayani pemungutan suara, bukannya istirahat layaknya pekerja kantoran.

Para petugas PPS ini langsung menggelar penghitungan suara manual, menghitung satu persatu surat suara di lima kotak suara yang terdiri dari kotak suara pilpres, pemilihan anggota DPD dan DPR RI, DPRD kota, kabupaten dan provinsi ‎ yang jumlahnya mencapai ribuan.

"Kalau satu kotak suara ada 250 DPT, maka jika lima kotak suara sudah ada 1.250 surat suara. Dan itu dibuka, dicek tanda coblosan dan dihitung satu persatu‎. Anda bisa bayangkan jika dalam satu TPS, DPT-nya lebih dari 250," ujarnya.

Baca Juga : Bukan Pakai Jus Pelangsing Jualannya, Aurel Ungkap Cara Ashanty Bakar Lemak Setelah Makan

Syukur-syukur jika penghitungannya sesuai. Tidak jarang, usai dihitung, jika misalnya surat suara ada 250 setelah dihitung, tidak jarang bertambah atau bahkan berkurang. Konsekuensinya harus dihitung ulang.

"Dan penghitungan suara di lima kot‎ak suara itu harus dihitung ulang," katanya.

Pascapenghitungan, mereka‎ pun harus menyusun kelengkapan administrasi di formulir model C secara manual.

Baca Juga : Khasiat Buah Belimbing untuk Darah Tinggi Memang Sudah Dikenal, Tapi Jangan Pernah Diberikan Kepada Orang Ini

Ia mencontohkan, model C untuk Pilpres mencapai 8 eksemplar, untuk level DPR, DPRD kota, kabupaten dan provinsi 22 eksemplar dan DPD RI sebanyak 55 eksemplar.

"Semuanya ditulis manual. Jadi petugas PPS berakhir kerjanya setelah suara dilimpahkan ke level kelurahan atau desa," ujarnya.

Di luar itu, diakui Ramlan, para petugas PPS saat ini bekerja di tengah post truth (pasca kebenaran) Pemilu 2019.

Baca Juga : Baru Bertunangan dengan Muzdalifah, Sambil Pegang Segelas Air Putih Fadel Islami Katakan Sedang Hadapi Ujian Berat

Menurut Ramlan, jauh hari, penyelenggara pemilu kerap dituding tidak netral hingga berbuat curang.

"Sedikit banyak itu memengaruhi psikologis para petugas PPS," ujarnya.

KPU Jabar sendiri menyebut sudah ada 12-an petugas PPS yang meninggal karena kelelalahan.

"Maka tidak salah jika kita menyebut mereka sebagai pahlawan demokrasi Pemilu 2019," ujar Ramlan.

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Berhonor Rp 500 Ribu Sudah Ada 90 Yang Meninggal, Begini Beratnya Jadi Petugas KPPS