Sementara makanan non-olahan yang diberikan kepada peserta adalah yogurt yunani dengan stroberi, pisang, kenari, garam, minyak zaitun, dan irisan apel dengan lemon yang diperas.
Setelah dua minggu masa riset, peserta beralih menerapkan pola makan yang berlawanan selama dua minggu.
Para peneliti memastikan kalori dan nutrisi seperti karbohidrat, lemak, gula, garam seimbang di setiap makanan antara kelompok pertama dan kedua.
Mereka menginstruksikan peserta untuk makan sesedikit atau sebanyak mungkin pada setiap waktu makan yang mereka inginkan.
Artikel berlanjut setelah video berikut ini
Pada akhir penelitian, ternyata peserta makan lebih banyak secara signifikan jika makanan mereka mengalami pemrosesan, sekitar 500 kalori lebih per hari daripada saat mereka mengonsumsi makanan utuh.
Faktanya, makanan olahan juga mengandung 54 kali gula tambahan dan 1,8 kali lemak jenuh.
Kalori yang ditambahkan pada makanan olahan berkontribusi pada kenaikan satu kilogram badan selama dua minggu.
Di sisi lain, orang-orang yang mengonsumsi makanan utuh justru mengalami penurunan berat badan sekitar satu kilogram selama dua minggu.