20 Tahun Ngajar Hanya Dibayar 700 Ribu per Bulan, Guru Honorer Ini Terpaksa Jadi 'Hantu' Hanya Demi Cari Sesuap Nasi
SajianSedap.com - Kita baru saja merayakan Hari Guru Nasional yang jatuh pada tanggal 25 November lalu.
Meskipun selalu dirayakan, masih banyak guru-guru di Indonesia yang belum bisa mendapatkan kesejaheteraan dan keadilan.
Terutama yang terjadi pada para guru honorer.
Salah satunya adalah kisah yang dialami oleh guru honorer di Sumatra Utara ini.
Dilansir dari Tribunnews.com, guru honorer tersebut bernama Musri (46) tahun.
Ia adalah sebagian kecil dari beberapa guru honorer yang belum dapat kesejahteraan.
Musri mendapatkan gaji yang kecil per bulannya hingga harus mencari pekerjaan seperti ini untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari.
Gaji per Bulan Sebagai Guru Honorer
Diketahui Musri adalah seorang guru kelas VI di SD Negeri 105364 di Desa Lubuk Rotan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdangbedagai.
Ia mengaku kalau dirinya hanya dibayar uang sebesar Rp 700 ribu sebulan.
Dirinya pun mengaku sudah 20 tahun mengabdi menjadi seorang guru honorer, namun tetap saja ia hanya digaji Rp 700 ribu per bulan.
Gaji yang terbilang sedikit ini pun diterimanya tiap tiga bulan sekali.
Nasib yang dialami Musri ini pun mungkin saja bisa terjadi kepada guru-guru honorer di belahan Indonesia lainnya.
Gaji yang diterima per bulannya itu pun tentunya tidak cukup untuk biaya keluarga dan sehari-harinya.
Maka dari itu, Musri pun banyak melakukan hal lain untuk memenuhi kebutuhannya.
Artikel berlanjut setelah video berikut ini.
Terpaksa Jadi 'Hantu'
Musri harus melakukan hal ini, salah satunya adalah menjadi 'hantu'.
Ia sudah melakukan hal tersebut sejak 10 tahun belakangan ini.
Hantu yang dimaksut disini adalah hantu penghibur dalam rombongan keyboard (organ tunggal) yang biasa diundang dalam pesta khitanan ataupun pernikahan di kampung-kampung.
Di Kabupaten Serdang Bedagai, hiburan tersebut sering disebut sebagai Keyboard Mak Lampir.
"Gaji cuma Rp 700 ribu per bulan, ya harus pintar-pintarlah cari tambahan. Job-nya itulah, jadi sundel bolong atau pocong.
Nge-job-nya sama kawan-kawan dan sebulan minimal bisa tampil empat sampai enam kali."
"Sekali tampil bisa bergaji Rp100 ribu sampai Rp 125 ribu per orang tergantung jauh dekatnya lokasi acara," kata Musri Senin, (25/11).
Untuk keperluan panggung, Musri mengaku merias dirinya sediri.
Ia dan kelompoknya telah menghibur sampai ke Balam, Pekanbaru.
Musri juga mengaku kalau dirinya tak malu melakoni pekerjaanya ini.
Meski profesi guru dan penghibur Keyboard Mak Lampir sangat jauh, namun ini semua ia lakukan demi sesuap nasi.
Guru honorer yang tinggal di Desa Kesatuan, kecamatan Perbaungan ini merasa bahwa pekerjaanya in sangat berguna karena bisa menghibur banyak orang.
"Terkadang saya pun ikut nyanyi di keyboard," ujar Musri.
"Tapi jaranglah karena lebih banyak job jadi hantu,"
"Walaupun pulang jadi hantu malam tapi saya usahakan jangan sampai mengganggu kerjaan jadi guru, job jadi hantu itu biasanya Sabtu dan Minggu." lanjutnya.
"Kadang kalau tidak ada job jadi hantu ya jadi badut. Lumayan juga bisa dapat Rp150 ribu sekali manggung. Aku enggak mencuri jadi enggak perlu malu karena aku menganggap apa yang kulakukan ini hanya sebatas menghibur dan membuat orang ketawa saja," pungkas Musri.
Musri sendiri mengaku masih tidak mengetahui sampai kapan ia akan melakukan pekerjaanya sebagai penghibur ini.
Meski begitu, selama menjalani perkerjaan ini atasan ataupun rekan-rekannya sesama guru tak pernah mempermasalahkannya.
Bahkan atasan dan rekan-rekan guru malah memakluminya karena sama-sama tahu kalau gaji guru honorer itu sangat kecil.
Tak hanya itu, bahkan murid dan wali murid juga sudah menerima pekerjaan penghibur yang ia tekuni.
Tak jarang juga mereka malah menanyakan apakah ada pekerjaan manggung untuk mereka.
Keluarga pun tak ada yang mempermasalahkan hal ini.
"Saya dan istri sudah lama pisah. Kalau anak saya ada satu, tapi dia ikut dengan mamaknya di Medan," katanya.
Pada Hari Guru kemarin, ia berharap agar pemerintah daerah bisa lebih memperhatikan kesejahteraan guru honorer.
Musri sempat menyebutkan bahwa ia pernah mencoba seleksi KII dan Pegawai Pemerintah dengn Perjanjian Kerja (P3K).
Sayangnya saat itu ia sedang tidak beruntung.