SajianSedap.com - China disebut berhasil menekan wabah corona.
Namun, baru saja usai merayakan kemenangan atas corona, kini China kembali mendapat ujian berat.
Bahkan Pemerintah China sampai harus lockdown sebuah kota yang dihuni 10 juta jiwa penduduk.
Sebuah kota besar di China telah mengadopsi tindakan karantina (lockdown) terhadap coronavirus atau Covid-19 setelah wabah baru terdeteksi di sana.
Lebih dari 70 orang telah terinfeksi dan lebih dari 4.000 sedang diuji di Harbin setelah virus itu diyakini 'diimpor' ke kota oleh seorang siswa yang telah kembali dari New York.
Seperti dikutip dailymail.co.uk, para pejabat telah melarang pertemuan dan memerintahkan masyarakat untuk memonitor secara dekat pengunjung dan kendaraan non-lokal di kota berpenduduk sekitar 10 juta.
Pos pemeriksaan telah dipasang di bandara dan stasiun kereta api, untuk menyaring mereka yang datang dari tempat lain.
"Berita itu muncul ketika China hari ini mengumumkan bahwa hanya ada dua pasien sakit kritis yang tersisa di Wuhan, bekas pusat pandemi," tulis keterangan tersebut seperti dikutip di Jakarta, Kamis (23/4/2020).
Lebih detail lagi, Harbin merupakan sebuah kota berpenduduk sekitar 10 juta orang di Provinsi Heilongjiang.
Sementara itu, pemerintah kemarin mengeluarkan instruksi untuk menginstruksikan pembatasan lebih lanjut pada penghuninya, pengunjung dan lalu lintas masuk.
"Sebelum memasuki fasilitas umum dan kompleks perumahan, orang harus menggunakan aplikasi kesehatan yang disetujui pemerintah untuk membuktikan mereka tidak memiliki virus, suhunya diambil dan memakai masker wajah," kata pemberitahuan itu.
Di sisi lain, warga harus mengikuti langkah-langkah menjauhkan sosial.
Artikel berlanjut setelah video berikut ini.
Pernikahan, pemakaman, pertunjukan publik, dan konferensi dilarang.
Sebelumnya China juga mendapat sorotan terkait tuduhan memalsukan angka kematian dari pasien corona.
Kubur ratusan nyawa dalam sehari
Melansir Daily Express secara resmi China memiliki jumlah pasien 120.000 orang dengan korban jiwa mencapai 3.339 orang meninggal dunia.
Akan tetapi jumlah itu terlalu kecil dibandingkan dengan beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat saat ini.
Intelijen AS membuat laporan bahwa China memalsukan jumlah sebenarnya dan menuduh Beijing secara sistematis mengecilkan angkanya.
Para pejabat CIA mengatakan di Gedung Putih dalam sebuah laporan yang bocor, bahwa China meremehkan kematian akibat Covid-19.
Sumber lain mengatakan, krematorium di negara itu telah berjalan 24 jam sehari dengan 40.000 guci pemakaman ekstra yang dibawa ke Wuhan.
Pembangkang China Jennfer Zeng memantau wabah ini di seluruh negerinya.
Mengatakan, "banyak sumber mengatakan pada kami bahwa Wuhan sedang bersiap membangun 15 rumah sakit darurat untuk mengtasi jumlah korban."
"Tetapi setelah kunjungan Presiden Xi Jinping pejabat tiba-tiba menyatakan pasien rumah sakit harus dikirim pulang," katanya.
"Pasien dibebaskan tanpa diagnosis dan diuji dengan benar. Mereka ingin kota dibuka kembali untuk kegiatan ekonomi, jadi mereka hanya berpura-pura bahwa virus itu sudah terkendali," terangnya.
"Tapi kami telah melihat mayat dipindahkan pada malam hari, orang-orang runtuh di jalanan dan kami mendengar rumah sakit dengan 100 korban seminggu terakhir," jelasnya.
"Angka 3.000 kematian itu adalah mutlak,tetapi berdasarkan rata-rata dunia rasio Italia saya percaya setidaknya ada puluhan ribu kematian," imbuhnya.
"Atau mungkin saja ratusan ribu kematian," paparnya.
Sumber lain di Provinsi Guanxi Barat Daya China mengatakan, "beberapa orang mengatakan jumlah ini harus dikalikan 10 yang lain mengatakan harus dikalikan 40."
"Mereka mengirim 40.000 guci pemakaman ke Wuhan, jadi semua orang tahu angka yang dirilis pemerintah itu bohong," katanya.
Klaim tersebut mengikuti penurunan dalam kasus Covid-19 yang dilaporkan telah bertambah sejak kemuculan Presiden Xi Jinping di Wuhan pada 10 Maret lalu.
Dia mengatakan dalam video kepada pekerja rumah sakit untuk menadai kemenangan China atas wabah tersebut.
Sejak kunjungan itu dilaporkan ada 200 kematian yang dilaporkan menurut statistik resmi.
Negara Komunis itu mengklaim memiliki tingkat kematian hanya 2,4 orang perjuta dibandingkan 90 per juta di Inggris dan 300 per juta di Spanyol.
Namun, pada bulan Februari krematorium di Wuhan dilaporkan bekerja 24 jam, bahkan dalam sehari membakar ratusan mayat.