"Kok ke rumah sakit. Pulang aja ya. Kamu tunggu dan duduk di sini, aku beli minyak angin dulu," jawab istri saya.
Nyaris, marah saya meledak. Tetapi saya sadar, marah hanya akan menguras energi.
Jadi, saya acuhkan ucapan istri saya. Saya juga tak mau duduk, tetapi tetap berdiri sembari berpegangan pada dinding mal.
Pikir saya, duduk hanya akan bikin sesak di dada semakin parah. Setengah berlari, istri saya kembali menghampiri.
Dia baru selesai dari apotek.
Baca Juga: Resep Bitterballen Udang Jamur Kuping, Si Bola Mini Renyah yang Bakal Habis Dalam Sekejap
"Kamu masuk angin nih, sini aku olesin dada kamu. Punggungnya juga sini," kata istri saya.
Saya diamkan istri saya berbuat demikian. Tetapi, hati saya makin kuat bahwa ini bukan masuk angin.
Entah, feeling saya bilang lain. "Sekarang ke rumah sakit. Cari taksi sekarang. Ini jantung, jantung," bentak saya.
Tanpa banyak cakap, kami berempat bergegas ke luar pusat belanja. Dari tempat kami berdiri, gerbang mal ini masih sekitar 200 meter.
Rasanya, sudah lebih dari lima menit perubahan aneh pada kondisi badan saya ini berlangsung.
Saya sadari itu. Maka, pelan-pelan kami berjalan melewati kerumunan.