Sajiansedap.com - Ketika sakit melanda pasti akan membuat tidak nyaman.
Beraktivitas pun jadi sangat terganggu.
Apalagi bagian yang sakit adalah pundak sebelah kiri.
Hal ini ternyata tidak bisa kita anggap sepele loh.
Bisa jadi penyakit serius sedang mengincar anda.
Ada baiknya anda cek ke dokter dan mendapatkan pengobatan lebih baik.
Jika ada indikasi penyakit serius akan cepat dapat penanganannya.
Kira-kira penyakit apakah yang bisa terjadi jika sakit pundak sebelah kiri?
Berikut ini ulasan lengkap untuk anda.
Penyebab Pundak Sebelah Kiri Sakit
Salah satu kondisi yang bisa menyebabkan pundak sebelah kiri sakit, adalah serangan jantung.
Melansir Mayo Clinic, Senin (13/12/2021), serangan jantung terjadi saat adanya penyumbatan pada aliran darah yang mengarah ke jantung.
Penyumbatan tersebut biasanya disebabkan oleh lemak yang menumpuk, kolesterol, dan zat lain yang akhirnya membentuk plak di arteri.
Plak kadang-kadang bisa pecah dan membentuk gumpalan yang bisa menghalangi aliran darah.
Akibatnya aliran darah terhenti dan merusak atau menghancurkan bagian dari otot jantung.
Serangan jantung membuat napas menjadi lebih pendek, keluar keringat berlebih atau gejala yang mirip dengan flu.
Selain itu, serangan jantung juga menimbulkan rasa nyeri. Penyebaran nyerinya berbeda antara laki-laki dan perempuan.
Dilansir dari Honorhelath.com, Senin (13/12/2021), serangan jantung pada laki-laki dapat menimbulkan rasa nyeri yang menjalar ke pundak.
Kemudian turun ke lengan tangan kiri dan kembali naik hingga mencapai area dagu.
Sedangkan pada wanita, rasa sakitnya lebih ringan. Hanya saja tetap menjalar ke lengan kiri atau kanan, dagu, tulang belikat, dan punggung atas.
Kenapa pundak sebelah kiri sakit jika mengalami serangan jantung?
Ini berkaitan dengan saraf yang bercabang dari jantung dan saraf di lengan, yang mengirim sinyal ke sel-sel otak sama.
Sehingga, otak menjadi sulit untuk mengisolasi sumber rasa sakit dan akhirnya menyebar dari dada hingga ke pundak.
Fenomena ini disebut dengan nyeri alih, sehingga orang yang mengalami serangan jantung merasakan sakit di pundak. Jika terkena serangan jantung, segera hubungi fasilitas kesehatan untuk mendapatkan bantuan.
Artikel berlanjut setelah video di bawah ini :
Baca Juga: Resep Bitterballen Udang Jamur Kuping, Si Bola Mini Renyah yang Bakal Habis Dalam Sekejap
Gejala Serangan Jantung yang Mirip Masuk Angin
Banyak orang mengenal serangan jantung seperti yang digambarkan dalam film atau sinetron, yakni mata mendelik, dada sesak, dan tangan memegangi dada ketika pingsan.
Padahal, adakalanya rasa sakit tidak mengikuti pola tertentu, bahkan tanpa diikuti rasa nyeri dada.
Simak kisah serangan jantung seperti yang dialami M Latief (38).
Jurnalis yang memiliki hobi naik gunung ini mengalami serangan jantung ringan dengan gejala mirip masuk angin.
Inilah pengalamannya dalam tulisannya seperti dikutip dari Kompas.com.
"Serasa baru selesai joging jarak jauh, keringat seketika mengucur deras dari kening, leher, dan sebagian badan saya.
Anehnya, itu keringat dingin, bukan hangat. Dingin sekali.
Sedetik keringat menderas, tiba-tiba dada juga terasa sesak, diikuti tengkuk hingga bahu yang menegang.
Fun City, tempat permainan anak Margo City, Depok, tempat saya berdiri itu, seperti pelan-pelan menyempit, mengimpit. Pikiran saya mulai kalut.
Maklum, baru kali ini mendadak kondisi badan drop secepat itu dengan tanda-tanda yang aneh, tak biasanya.
Ketika itu, rasa sesak di dada semakin menjadi. Awalnya memang sesak biasa, tetapi perlahan-lahan makin terasa nyeri, seperti diremas-remas dengan keras, bahkan lebih dari itu, seperti diinjak-injak. Napas makin sulit.
"Aneh, kok begini," batin saya.
Maklum, perubahan kondisi tubuh mendadak seperti ini baru saya alami.
Rasanya seperti masuk angin, tetapi anehnya bukan seperti masuk angin biasa. Lebih dari masuk angin.
Pelan-pelan saya coba bernapas. Keringat makin deras. Kaki juga mulai lemas. Ada sekitar hampir tiga menit perubahan aneh itu berlangsung pada diri saya. Saya lalu panggil kedua anak saya.
"Abang, adik, ayo udahan dulu mainnya. Dada ayah sesak, ayah mau ke dokter sekarang. Nanti kalau ketemu ibu, kamu bilang ke ibu ya, Bang, dada ayah sesak dan keluar keringat dingin," kata saya kepada kedua putra saya, Azka (9) dan Azzam (5).
Sebelum kejadian itu, istri saya memang izin pergi sejenak ke toilet. Hanya saya yang menemani kedua anak saya di tempat hiburan di lantai dasar pusat belanja tersebut.
Namun, tak sampai lima menit istri saya pergi, kejadian itu berlangsung. Saya dan kedua anak saya pun bergegas ke lantai satu, menyusul istri saya.
Prinsip saya, jalan pelan-pelan dan usahakan tetap sadar atau tidak pingsan. Otak saya hanya memerintah untuk selekasnya ke rumah sakit.
Hanya dituntun dua bocah berumur belum genap 10 tahun, saya cuma bisa pasrah.
Meskipun kepala tidak terasa pusing, kaki saya lemas sehingga saya harus pelan-pelan mengikuti langkah kedua anak saya.
Bahkan, dengan berusaha tetap tenang, kami bisa melewati eskalator menuju lantai satu.
"Lho, kamu kenapa? Kok dingin banget? Kamu masuk angin nih kayaknya," kata istri saya, setelah kami bertemu dengannya. Azka, anak saya yang nomor satu memotong.
"Dada ayah sesak, keringatnya dingin Bu, ayah minta ke dokter," ujar Azka. Saya masih sadar, tetapi saya memang sudah tak mau bicara apa-apa.
Dada saya makin sesak. Karena itu, saya biarkan anak saya yang bicara untuk menghemat energi supaya tidak pingsan.
"Kamu masuk angin nih. Ya sudah, kita pulang sekarang saja ya," kata istri saya.
"Enggak, ini aneh. Rumah sakit... ke rumah sakit sekarang," kata saya.
"Kok ke rumah sakit. Pulang aja ya. Kamu tunggu dan duduk di sini, aku beli minyak angin dulu," jawab istri saya.
Nyaris, marah saya meledak. Tetapi saya sadar, marah hanya akan menguras energi.
Jadi, saya acuhkan ucapan istri saya. Saya juga tak mau duduk, tetapi tetap berdiri sembari berpegangan pada dinding mal.
Pikir saya, duduk hanya akan bikin sesak di dada semakin parah. Setengah berlari, istri saya kembali menghampiri.
Dia baru selesai dari apotek.
Baca Juga: Resep Bitterballen Udang Jamur Kuping, Si Bola Mini Renyah yang Bakal Habis Dalam Sekejap
"Kamu masuk angin nih, sini aku olesin dada kamu. Punggungnya juga sini," kata istri saya.
Saya diamkan istri saya berbuat demikian. Tetapi, hati saya makin kuat bahwa ini bukan masuk angin.
Entah, feeling saya bilang lain. "Sekarang ke rumah sakit. Cari taksi sekarang. Ini jantung, jantung," bentak saya.
Tanpa banyak cakap, kami berempat bergegas ke luar pusat belanja. Dari tempat kami berdiri, gerbang mal ini masih sekitar 200 meter.
Rasanya, sudah lebih dari lima menit perubahan aneh pada kondisi badan saya ini berlangsung.
Saya sadari itu. Maka, pelan-pelan kami berjalan melewati kerumunan.
Saya dituntun kedua anak saya di kiri dan kanan. Istri saya berjalan di belakang untuk menahan punggung saya.
"Itu taksi," kata istri saya, beberapa meter di pintu gerbang.
"Pak, ke rumah sakit ya, yang paling dekat," ujar istri saya. Taksi langsung meluncur.
Namun, baru sesaat masuk ke jalan raya, panik mulai melanda.
Bukan apa-apa, dada saya makin sesak. Dashboard taksi ini seperti mengimpit. Badan saya juga makin lama semakin lemas.
"Tuhan... saya ingin sampai lebih dulu ke rumah sakit, jangan dulu biarkan saya mati," batin saya terus berkata demikian di antara istigfar saya di mulut.
Doa saya terkabul. Saya sadari itu meskipun mata saya terpejam menahan sakit di dada.
Pasalnya, Jalan Margonda Raya yang biasanya macet pada hari libur, siang itu nyaris lengang.
Hari itu, Kamis, 29 Mei 2014, adalah hari libur Kenaikan Isa Almasih.
Tak sampai 10 menit, saking ngebutnya, taksi sudah berbelok ke Rumah Sakit Mitra Keluarga, tak jauh dari Terminal Depok.
Tiba di UGD, semangat saya kembali muncul. Saya keluar dari taksi sendiri tanpa dibantu sopir taksi. Saya berjalan pelan-pelan, dan tetap diapit kedua anak saya serta istri saya yang menahan bahu saya dari belakang.
"Dada sesak, keringat dingin," ujar istri saya ke petugas UGD yang datang membuka pintu sembari menyorongkan tempat tidur.
Saya ingat betul, saat itu saya langsung diminta duduk di tepi tempat tidur dan diminta diam sebentar.
"Angkat lidahnya, Pak, telan ini dan habiskan," ujar seorang petugas sembari memasukkan obat berbentuk bubuk ke balik lidah saya.
Sekonyong-konyong, selesai melumat obat tersebut, nyeri di dada saya perlahan menghilang.
Petugas pun meminta saya berbaring, dan kemudian memasangkan selang oksigen ke hidung saya.
Tangan kiri saya pun lantas diberi cairan infus.
Memang, meskipun rasa sesak di dada belum hilang, nyerinya sedikit berkurang. Untuk itulah, saya diminta lagi untuk menghabiskan obat yang juga sudah disiapkan oleh seorang suster.
Ada tujuh butir obat disorongkan suster itu kepada saya. Sambil membawa segelas air, dia meminta saya selekasnya minum obat tersebut.
"Habiskan, Pak," ujarnya. Hanya lima menit seusai menenggak habis ketujuh obat itu, nyeri di dada saya hilang seketika.
Tak ada lagi sesak, apalagi nyeri. Suhu tubuh saya pun mulai berubah menjadi hangat.
Seorang dokter muda, dokter jaga di UGD, tampak menghampiri saya. Ia bilang, tujuh obat itu adalah obat jantung.
"Bapak kena serangan jantung ringan. Terlambat lima menit saja, mungkin Bapak sudah enggak ada lagi. Baiklah, Bapak kami rawat di sini ya," ujar dokter muda tersebut.
Saya cuma mengangguk lemah. Dari balik pintu UGD, saya lihat Azka dan Azzam, melambai-lambaikan tangan ke arah saya sembari tersenyum.
Kedua "pahlawan" saya itu tidak diizinkan masuk ke dalam ruangan, termasuk istri saya yang repot ke sana kemari mengurus perawatan selanjutnya.
Artikel telah ditayangkan di gridhealth dengan judul, Pundak Sebelah Kiri Sakit, Bisa Pertanda Serangan Jantung Tahap Awal