Bhima mengatakan, tahun ini akan terjadi fenomena pergeseran instrumen investasi secara global.
Seperti diketahui sejak pandemi Covid-19, tren investasi safe haven pasar global terus berubah.
Baca Juga: Cara Buka Tabungan Emas di Shopee, Gak Perlu Ribet Tinggal Klik Langsung Bisa Investasi
Pada 2020 dan 2021 pasar meyakini aset kripto akan menjadi safe haven baru.
Namun pada akhirnya aset kripto banyak yang jatuh sehingga pasar mengalihkan asetnya ke dollar AS di 2022.
Hal ini menyebabkan mata uang Negeri Paman Sam ini sangat kuat dan menekan mata uang banyak negara lainnya termasuk rupiah.
"Akan ada booming emas. Dollar AS akan segera berganti ke emas sebagai instrumen paling diminati. Bank sentral dibanyak negara pun mulai menumpuk cadangan emas," ujarnya kepada Kompas.com, Sabtu (7/1/2023).
Dia melanjutkan, seiring dengan berkembangnya kondisi global, diperkirakan investor akan mengalihkan asetnya ke emas sehingga harga emas diyakini akan naik menjadi Rp 1,6 juta per gram.
"Prediksi harga emas bisa mencapai Rp 1,5 juta sampai Rp 1,6 juta per gram di tahun 2023. Semakin besar ancaman resesi maka semakin menarik emas sebagai safe haven," ucapnya.
Bhima mengungkapkan, permintaan pasar akan emas yang diperkirakan akan melonjak di tahun ini disebabkan oleh tingginya inflasi global yang diiringi oleh berkurangnya kesempatan kerja.
"Stagflasi akan memacu investor membeli emas dalam jumlah besar," kata Bhima.
Selain itu, kebijakan yang dilakukan beberapa negara termasuk Indonesia untuk menerbitkan bank emas atau bullion bank juga turut memacu terjadinya booming emas di tahun ini.
Pemerintah dalam Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) akan mengatur soal pembentukan bank emas di Indonesia dan pengawasannya di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dengan adanya bank yang melakukan transaksi jual beli logam mulia termasuk ekspor, impor, hingga proses penyimpanan emas ini, maka akan membuat emas menjadi komoditas yang menarik bagi investor karena peminatnya menjadi semakin luas.
Faktor selanjutnya, Bhima mengungkapkan, pengetatan moneter di negara maju membuat emas diandalkan sebagai lindung nilai atau hedging terhadap naiknya risiko suku bunga.
"Keempat, tidak ditemukan cadangan emas terbukti dalam jangka pendek sehingga outlook supply emas tidak akan meredam kenaikan harga," tukasnya.