Makna dan Filosofi Tersembunyi di Roti Buaya, Pantas Selalu Jadi Hantaran Wajib Nikahan Adat Betawi

By Amelia Pertamasari, Sabtu, 25 November 2023 | 18:05 WIB
Fakta menarik roti buaya. (Pinterest)

4. Jadi perlambang kesetiaan

Tak itu saja, bentuk buaya juga dipilih karena jadi simbol janji setia kedua mempelai pengantin.

Konon katanya, buaya adalah hewan paling setia dan hanya memiliki satu pasangan di sepanjang hidupnya.

Karena hal itulah masyarakat Betawi percaya bahwa roti buaya akan membawa keberuntungan, kemakmuran, harapan, dan kesetiaan pada tiap pasangan yang baru menikah.

5. Dulu tidak terbuat dari roti

Sebelum terbuat dari roti, ternyata dulu roti buaya sempat terbuat dari anyaman daun kelapa atau kayu.

Hal tersebut berubah ketika industri pabrik roti mulai ada di Nusantara sekitar akhir abad ke-17 dan 18. Menurut Yahya, sejak itu roti buaya mulai benar-benar dibuat dari roti.

Selain itu, ada pula versi lain penggunaan roti sebagai bahan dasar roti buaya. Konon hal tersebut bermula sejak masuknya bangsa Eropa ke Batavia.

Saat itu, roti jadi makanan langka dan mahal yang hanya bisa disantap oleh kaum bangsawan Eropa. Maka dari itu, roti dipilih menjadi bahan dasar roti buaya karena dianggap sebagai simbol kemakmuran.

Pernikahan bagi bangsa Eropa juga dianggap sakral, sehingga kerap menggunakan simbol salah satunya bunga.

Karena tidak mau menyamai bangsa Eropa, maka masyarakat Betawi akhirnya memilih menggunakan roti untuk membuat simbol buaya sebagai lambang kesakralan pernikahan.

6. Dulu tidak boleh dimakan

Saat itu, roti buaya baru dibuat dari roti tawar tanpa rasa. Roti tersebut pun tidak boleh dimakan. Roti buaya hanya dijadikan simbol dan pajangan saja.

“Sesudah anak perawannya mendapat lamaran pemuda dan sudah ada ijab kabul, maka itu dipajang sebagai tanda. Entah ditempelkan di garda depan rumah atau disimpan di lemari pajangan,” papar Yahya.

Baca Juga: Bukan Cuma Rendang, Makanan Pedas Paling Enak di Dunia ini Ternyata Asalnya dari Bali, Apa Itu?

Memasuki abad ke-20, masyarakat kemudian memprotes tradisi tersebut. Mereka menganggap hal tersebut jadi sesuatu yang mubazir.

Sejak itulah para pembuat roti kemudian mulai membuat roti buaya manis yang bisa dimakan.

Tradisi kemudian berubah. Setelah upacara ijab kabul berakhir, roti buaya kemudian dipotong-potong lalu dibagikan ke anak-anak tetangga.

“Terutama anak perawan supaya di kesawaban. Itu artinya ketularan. Anak perawan yang sudah berumur 25 sampai 30-an supaya kesawaban nikah,” pungkas Yahya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul 6 Fakta Roti Buaya yang Identik dengan Pernikahan Adat Betawi