Sate Bulayak, Sate Khas Pulau Lombok yang Sarat Makna dan Budaya

By Idam Rosyda, Selasa, 30 Januari 2024 | 10:40 WIB
sate bulayak kha Lombok (KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA)

SajianSedap.com - Lombok merupakan salah satu pulau yang menjadi destinasi wisata di Indonesia yang cukup populer. 

Memiliki letak di sebelah pulau Bali, Pulau Lombok memiliki berbagai destinasi wisata yang pantang terlewatkan.

Gilo Trawangan merupakan salah satu destinasi wisata yang cukup tersohor di Pulau Lombok. 

Selain tempat wisata, tentu kuliner jadi salah satu wisata yang juga menarik untuk dicoba. 

Lombok memiliki berbagai makanan khas

Sate Bulayak Khas Pulau Lombok

Selain Ayam Bakar Taliwang, ada salah satu makanan khas Lombok yang wajib Sase Lovers coba. 

Sate Bulayak, salah satu makanan khas Lombok yang wajib Anda coba.

Sate ini pu memiliki sejarah panjang serta filosofi yang unik.

Tentu rasanya pun tak kalah nikmat dengan jenis sate-sate lain di Indonesia.

Kira-kira seperti apa asal-usul Sate Bulayak ini?

Yuk simak!

Baca Juga: Mengenal Pang Chiam, Makanan Halal Imlek yang Hanya Muncul saat Perayaan Tahun Baru China di Bangka Belitung

Dikutip dari situs resmi Pemkab Lombok Barat, www.lombokbaratkab.go.id, awal mulanya Sate Bulayak dibuat oleh masyarakat di Kecamatan Narmada, Lombok Barat.

Menurut sebagian warga setempat, Sate Bulayak sudah ada sejak zaman dahulu.

Konon, makanan khas ini tidak hanya berupa Sate Bulayak saja, tetapi lengkap dengan saur (parutan kelapa), kacang kedelai dan urap jambah.

Menu inilah yang dihidangkan dalam sebuah wadah dulang, ditutupi tebolaq yang dihiasi kaca cermin dan keke (kerang).

Filosofi kaca cermin dan kerang yang dituangkan dalam tutup tebolaq ini menggambarkan sebuah peringatan kepada penyantapnya.

Kaca cermin sebagai simbol orang yang menyantap makanan tersebut senantiasa bercermin agar jangan menikmati makanan terlalu kenyang.

Karena jika terlalu banyak makan, akibatnya jadi penyakit.

Diharapkan bersyukur, karena makanan yang disantap itu datangnya dari sang Khalik. Orang perlu tenaga, maka butuh makan. Dengan tenaga pula orang bisa mampu dan layak untuk beribadah.

Sedangkan filosofi kerang (keke) adalah simbol kematian.

Kerang memberi makna peringatan kepada kita, agar ingat terhadap kematian.

Cermin dan kerang ini memberi peringatan, jangan terlalu banya makan, apalagi sampai sakit. Akibatnya kematian yang datang menjemput.

Baca Juga: Mengenal Nasi Tepeng, Makanan Khas Bali yang Tak Kalah Nikmat dari Nasi Campur

Tapi seiring perkembangan, mithologi tadi, lambat laun terkikis dan punah dimakan zaman.

Demikian pula dengan kelengkapan menu, tidak lagi selengkap dahulu.

Sajian yang ada hanya sate dari daging kabing atau sapi (usus sapi), bumbu kuah, cabe hijau dan bulayak.

Bulayak digunakan karena memiliki makna tersendiir, Bulayak ini berarti memutar. Karena cara membukanya terlebih dahulu menekan ujung kulit, lalu diputar.

Pembungkus bulayak dari daun enau. Menurut sebagian warga Narmada, pada daun enau inilah letak keharuman dan kenikmatan bulayak ini.

Pada dasarnya, sate Bulayak ini bisa saja dimakan dengan ketupat. Namun ketupat bisa dibuat dengan beberapa alat penunjang.

Jika dibuat dari alat penunjang daun pisang, tentu beda namanya.

Begitu pula alat penunjangnya daun kelapa (busung), tentu kita sebut ketupat.

Ada ketupat segi empat yang sehari-hari ditemukan namanya ketupat bawang.

Ada juga ketupat lepas yang digantung dibagian bale-bale ketika hendak membangun rumah.

Nah sesuai perkembangan, ternyata di samping busung dan daun pisang sebagai alat penunjang, maka daun enau pun bisa dibuat sebagai penunjang dan bentuknhya memanjang.

Inilah yang disebut bulayak atau memutar, karena cara membukanya harus diuputar sedemikian rupa.

Artikel ini telah tayang di TribunLombok.com dengan judul Wisata Lombok, Filosofi di Balik Nikmatnya Sate Bulayak di Lombok Barat

Baca Juga: Warna Makanan Khas Imlek Ternyata Punya Makna Simbolis, Ini yang Harus Dihindari Agar Tak Mendatangkan Sial