Sementara proses pembuatannya melibatkan bahan-bahan seperti beras ketan, jahe, santan, dan bumbu-bumbu lainnya.
Nasi jaha disajikan dengan cara dipotong-potong menjadi beberapa bagian seperti lontong yang dapat dinikmati bersama lauk-pauk seperti abon ikan cakalang, gulai daging sapi, abon daging rusa, ataupun kari.
Tradisi binarundak biasanya dilaksanakan sekitar tiga hari sampai seminggu setelah Idul Fitri dan merupakan ajang reuni serta silaturahmi bagi warga yang merantau.
Tradisi ini menjadi sarana untuk berkumpul, bermaaf-maafan, dan mempererat tali persaudaraan.
Inspirasi dari binarundak sendiri berasal dari tradisi tujuh hari setelah Idul Fitri yang dilakukan oleh masyarakat Jawa-Tondano di Gorontalo.
Pada puncak perayaannya, nasi jaha akan dibakar dengan menggunakan ton-ton sabut kelapa.
Semua orang berkumpul di satu area sambil menikmati nasi jaha secara bersama-sama dengan iringan musik tradisional, syair pujian, dan doa syukur.
Tradisi ini juga telah menjadi ikon Kotamobagu, bahkan sebuah tugu setinggi 18 meter dipersembahkan sebagai penghormatan terhadap tradisi ini pada tahun 2014.
Dengan demikian, binarundak tidak hanya sekadar tradisi, tetapi juga menjadi bagian dari identitas dan kekayaan budaya lokal yang patut dilestarikan dan dijaga keberlangsungannya.
Baca Juga: Asal-usul Bubur India, Sajian Khas Buka Puasa di Masjid Pekojan Semarang Selama Ratusan tahun