Mengenal Tradisi Binarundak, Puncak Perayaan Lebaran di Sulawesi Utara

By Amelia Pertamasari, Kamis, 28 Maret 2024 | 16:39 WIB
Tradisi Binarundak di Sulawesi Utara. (Kotamobagu Online)

SajianSedap.com - Hari Raya Idul Fitri adalah perayaan penting bagi umat Islam di seluruh dunia yang menandai berakhirnya bulan puasa Ramadan.

Meskipun perayaan ini memiliki kesamaan dalam esensi religiusnya, berbagai daerah memiliki tradisi tersendiri.

Di Indonesia, kita mengenal berbagai tradisi yang dilakukan sebelum, selama, dan setelah Idul Fitri.

Satu tradisi yang sangat populer adalah "Mudik" atau pulang kampung, di mana orang-orang kembali ke kampung halaman mereka untuk merayakan Idul Fitri bersama keluarga besar.

Selain itu, ada pula ziarah ke makam, berkumpul bersama keluarga, takbiran di malam hari, salat id, serta menyantap hidangan khas Lebaran seperti ketupat dan opor.

Di beberapa daerah, terdapat juga tradisi khas seperti Binarundak yang dilestarikan oleh masyarakat Suku Mongondow di Kotamobagu, Sulawesi Utara.

Seperti apa tradisi binarundak khas Suku Mongondow?

Tradisi Binarundak di Kotamobagu, Sulawesi Utara

Dilansir dari Good News From Indonesia, tradisi binarundak merupakan kegiatan yang dilakukan Suku Mongondow yang tinggal di wilayah Bolaang Mongodow Raya, Kelurahan Motoboi Besar, ketika lebaran.

Masyarakat Suku Mongondow akan berkumpul dan membakar nasi jaha bersama saat Lebaran.

Nasi jaha adalah hidangan khas Sulawesi Utara yang dimasak dalam batang bambu dan memiliki cita rasa jahe yang kuat serta gurih dari santan.

Dari penampilannya nasi jaha ini mirip dengan lemang khas Sumatra.

Baca Juga: Tradisi Berbagi Makanan Jelang Lebaran yang Cuma Ada di Indonesia, Ini Awal Mulanya

Sementara proses pembuatannya melibatkan bahan-bahan seperti beras ketan, jahe, santan, dan bumbu-bumbu lainnya.

Nasi jaha disajikan dengan cara dipotong-potong menjadi beberapa bagian seperti lontong yang dapat dinikmati bersama lauk-pauk seperti abon ikan cakalang, gulai daging sapi, abon daging rusa, ataupun kari.

Tradisi binarundak biasanya dilaksanakan sekitar tiga hari sampai seminggu setelah Idul Fitri dan merupakan ajang reuni serta silaturahmi bagi warga yang merantau.

Tradisi ini menjadi sarana untuk berkumpul, bermaaf-maafan, dan mempererat tali persaudaraan.

Inspirasi dari binarundak sendiri berasal dari tradisi tujuh hari setelah Idul Fitri yang dilakukan oleh masyarakat Jawa-Tondano di Gorontalo.

Pada puncak perayaannya, nasi jaha akan dibakar dengan menggunakan ton-ton sabut kelapa.

Semua orang berkumpul di satu area sambil menikmati nasi jaha secara bersama-sama dengan iringan musik tradisional, syair pujian, dan doa syukur.

Tradisi ini juga telah menjadi ikon Kotamobagu, bahkan sebuah tugu setinggi 18 meter dipersembahkan sebagai penghormatan terhadap tradisi ini pada tahun 2014.

Dengan demikian, binarundak tidak hanya sekadar tradisi, tetapi juga menjadi bagian dari identitas dan kekayaan budaya lokal yang patut dilestarikan dan dijaga keberlangsungannya.

Baca Juga: Asal-usul Bubur India, Sajian Khas Buka Puasa di Masjid Pekojan Semarang Selama Ratusan tahun