Setelah didinginkan dan disaring bijinya air kembali dituangkan perlahan ke saringan sambil biji carica yang tersisa diremas dengan tangan, agar zat yang menempel di biji tidak hilang.
Air yang mengandung saripati biji itu digunakan sebagai bahan kuah manisan dengan takaran 3 liter untuk setiap 2,5 gram daging carica.
Air bakal kuah manisan kemudian kembali dimasukkan ke panci dan direbus bersama gula dan teh.
Setelah gula larut, irisan buah carica dimasukkan. Beberapa produsen kadang memberi essen sari buah sebagai penambah rasa dan aroma.
Durasi perebusan tergantung selera masing-masing produsen, dan setelah selesai dan didinginkan, manisan bisa dikemas dengan mesin press manual.
Produksi buah carica diperkirakan mencapai 1.100 – 1.200 ton per tahun yang hampir semuanya terserap untuk bahan baku manisan.
Sementara hanya sebagian kecil buah carica yang kemudian diolah menjadi selai.
Produksi manisan carica di Wonosobo ini diketahui tumbuh pada awal 1980-an, yang perlahan diterima oleh pasar lokal dan berkembang hingga sekarang.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Carica, Buah Khas Dieng yang Dibawa Belanda saat Perang Dunia II
Baca Juga: Mengenal Wingko Babat, Jajanan Populer di Semarang yang Bisa Dijadikan Oleh-oleh Lebaran