Berdampak Buruk Bagi Lingkungan, Inilah Bahaya Lain Makanan Ditiriskan atau Dibungkus dengan Kertas Koran, Waspada!
SajianSedap.com - Ketika Anda membeli makanan, terutama bila Anda jajan di pinggir jalan, pernahkah Anda perhatikan apa yang dipakai untuk mengemas barang jajanan tersebut?
Salah satu jajanan yang biasa kita temui di perkampungan penduduk adalah Roti Bakar Bandung.
Selain “mangkal” atau berjualan di satu tempat, para penjual kudapan ini sering berkeliling ke pemukiman padat penduduk di Ibu kota untuk menjajakan dagangannya.
Dengan pilihan rasa cokelat, stroberi, keju, nanas atau kombinasi keempatnya, dipadu olesan mentega dan susu kental manis, Roti Bakar Bandung acap kali menggugah selera para pecinta kuliner.
Namun, di balik menarik dan lezatnya kudapan ini, tersimpan potensi bahaya bagi si penikmat.
Penyebabnya, bukan dari kualitas roti, selai, dan bahan-bahan lain, tapi media pembungkus.
Ya, seperti diketahui, banyak penjual Roti Bakar Bandung yang biasa membungkus kudapan itu dengan kertas.
Masalahnya, tak hanya kertas polos atau khusus pembungkus makanan, kadang-kadang ada pedagang yang memakai kertas koran dan buku beka.
Dilansir laman Healthsite, Rabu (14/10/2015), makanan yang ditiriskan, disimpan atau dibungkus koran bisa menyebabkan kanker.
Ini lantaran koran dicetak menggunakan tinta yang mengandung logam berat Pb (timbal).
Penelitian menunjukkan tinta bisa meresap ke dalam makanan dan bila dikonsumsi berbahaya bagi paru-paru, ginjal, hormon, serta memicu kanker.
Sebenarnya tak cuma koran dan kertas bertinta, kertas khusus pembungkus makanan pun berbahaya bagi kesehatan.
Mengandung bahan kimia berbahaya Studi yang dipublikasi jurnal Environmental Science & Technology Letters menyatakan, kertas untuk pembungkus burger, nasi, sandwich, dan kentang, lalu kotak ayam goreng, dan kardus pizza mengandung bahan kimia sintetik.
Sementara itu, artikel Kompas.com, Kamis (7/12/2017) menuliskan, sejumlah penelitian menemukan kertas pembungkus makanan mengandung bisphenol A ( BPA).
Bahan kimia ini diyakini berbahaya bagi tubuh.
Diberitakan WebMD, Kurunthachalam Kannan, seorang ilmuwan riset di New York State Department of Health menjelaskan, kandungan BPA pada kertas pembungkus makanan sangatlah tinggi.
Menurut ia, kadar BPA tinggi pada umumnya terdapat dalam kertas pembungkus makanan yang merupakan hasil daur ulang.
Bubuk BPA digunakan untuk melapisi kertas supaya lebih tahan terhadap panas.
“Saat BPA masuk ke dalam tubuh, zat tersebut dapat meniru fungsi dan struktur hormon estrogen, sehingga memengaruhi proses dalam tubuh, seperti pertumbuhan, perbaikan sel, perkembangan janin, tingkat energi, dan reproduksi,” katanya.
Healthline, Selasa (17/12/2018), melansir 92 persen penelitian independen menemukan dampak negatif penggunaan BPA pada kesehatan diantaranya adalah sebagai berikut.
Baca Juga: Masih Suka Belanja Sayur Dibungkus Plastik? Berarti #SahabatSayur Diintai 3 Hal Berbahaya Ini!
Pada wanita, efek negatif itu antara lain, yakni meningkatkan risiko keguguran saat hamil, menurunkan produksi sel telur sehat, membuat sulit hamil, dan meningkatkan risiko kanker payudara.
Sedangkan pada pria, paparan BPA membuat jumlah sperma mereka rendah sehingga meningkat risiko hingga 30-46 persen untuk menghasilkan embrio berkualitas rendah.
Para pria tersebut pun bisa sulit ereksi dan orgasme, serta meningkatkan risiko kanker prostat.
Di sisi lain, efek buruk BPA dapat membuat anak hiperaktif, agresif, rentan cemas dan depresi.
Dampak ini akibat dari sang ibu yang terpapar BPA tinggi ketika mengandung.
Artikel Berlanjut Setelah Video Di Bawah Ini :
Tak ramah lingkungan
Banyak yang mengira kertas pembungkus makanan ramah lingkungan, tapi fakta berkata lain.
Seperti diketahui, bahan dasar kertas berasal dari pohon. Jadi bila produksi kertas tidak diimbangi dengan keberadaan Hutan Tanaman Industri (HTI), maka lama-lama bisa menggerus lahan Hutan Alam.
HTI adalah kawasan yang dikhususkan untuk industri kertas. Mereka bisa menebang pohon buat dijadikan bahan dasar membuat kertas asal menanamnya kembali.
Namun, tak jarang banyak oknum-oknum tertentu yang melakukan pembalakan liar atau menebang pohon secara ilegal di Hutan Alam bahkan konservasi.
Kayu-kayu hasil pembalakan ini pun tak dipungkiri bisa berakhir di industri kertas.
Green Peace Indonesia menyebutkan, sejak akhir 2015 hingga 2018 lebih dari 130.000 hektar (ha) kawasan hutan di Tanah Air hancur.
Industri perkebungan kelapa sawit dan industri pulp and paper jadi pemicu paling besar penggundulan hutan atau deforestasi.
Masih soal tak ramah lingkungan, pembungkus kertas ternyata susah untuk di daur ulang. Terkait ini dibenarkan oleh Business Development dari Indonesian Olefin, Aromatic and Plastic Industry Association (Inaplas) Budi Sadiman.
“Kertas pembungkus makanan susah didaur ulang karena berlapis plastik,” kata Sadiman saat Kuliah Umum di Gedung Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, Rabu (8/10/2017), seperti dalam keterangan tertulisnya.
Sedangkan, Kepala Laboratium Teknologi Polimer dan Membran (LPTM) ITB Akhmad Zainal Abidin menjabarkan, daur uang kertas pemungkus makanan sangatlah tidak efisien.
Penyebabnya karena proses pemisahan lapisan plastik dan kertas itu memakan biaya sangat mahal.
Padahal produsen kertas cenderung tidak mau memakai sampah kertas untuk membuat produk baru.
“Jadi, setiap kali ada produksi kemasan makanan kertas, artinya semakin banyak pohon yang harus ditebang,” papar dia saat kuliah umum di Fakultas Teknik Univeristas Indonesia (UI), Senin (18/12/2018).
Keluar dari jeratan Berdasarkan data dan fakta tersebut, sebaiknya Anda harus berpikir dua kali saat mencari makanan atau camilan, terutama soal media pembungkusnya.
Jangan sampai rasa lapar yang dialami membuat Anda gelap mata ketika membeli makanan sehingga berdampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan sekitar.
Nah, salah satu solusi untuk mengeluarkan Anda dari jeratan tersebut adalah styrofoam.
Selidik punya selidik, kemasan ini ternyata ramah lingkungan dan aman untuk kesehatan bila digunakan sebagai wadah atau pembungkus makanan.
Bagaimana bisa? Akhmad Zainal Abidin menjabarkan, sytrofoam aman jadi kemasan makanan karena bahan utamanya mengandung zat polistirena.
“Sebenarnya, polistirena adalah material organik yang terbentuk dari karbon dan hidrogen. Sebuah material didefinisikan organik jika terdiri dari unsur karbon, hidrogen, dan oksigen,” ucap Zainal.
Menurut dia, meski styrofoam mengandung zat kimia stirena, namun kandungannya masih dalam batas aman, yaitu 0-43 part per million (ppm).
Baca Juga: Resep Nasi Kuning Bungkus Daun Enak, Sajian Bertoping yang Bikin Sarapan Lebih Meriah
Ini sesuai dengan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
“Lagi pula kandungan stirena sebesar ini tak jauh berbeda dengan di stroberi, kopi, dan kayu manis,” ucap Zainal. Baik WHO, Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) dan Food and Agriculture Organization menegaskan, residu stirena masih aman bagi manusia jika jumlahnya di bawah 5000 ppm.
Di Indonesia, pemakaian kemasan makanan polistirena sudah diizinkan oleh pemerintah pusat.
Izin tersebut dikeluarkan oleh Badan POM Indonesia setelah meneliti 17 kemasan styrofoam.
Kasubdit Standarisasi Produk dan Bahan Berbahaya, Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya, Badan POM Indonesia, Ani Rohmaniyati menjelaskan, penelitian independen itu terjadi pada 2009.
“Hasilnya dalam 17 kemasan tersebut ditemukan bahwa residu ppm masih dalam angka yang sangat aman, yakni 0-43 ppm. Angka ini jauh di bawah level berbahaya untuk residu kemasan makanan,” kata Ani, dalam keterangan tertulisnya.
Source | : | intisari |
Penulis | : | Marcel Mariana |
Editor | : | Raka |
KOMENTAR