Dalam thesis Asih (2017) yang didasri dari teori Veen (1966) dan Arbianto (1979), asam bongkrek memiliki wujud tak berwarna sementara toksoflavin memiliki wujud berwarna kekuningan yang dapat dilihat secara jelas jika tempe bongkrek beracun.
Racun tersebut dapat menyebabkan masalah pada tubuh, yakni hemolisis yang disebabkan oleh terhambatnya transport gula ke dalam eritrosit.
Selain itu, asam bongkrek juga menghambat metabolisme glikogen dan memobilisasi dan memobilisasi glikogen hati sehingga mengalami hiperglikemia yang fatal.
Diangkat dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk
Dua kasus keracunan tempe bongkrek hanyalah sebagian dari kasus lainnya.
Dalam buku History of Tempeh and Tempeh Product, yang dilansir oleh Shurtleff dan Aoyagi, Arbiyanto Purwo dalam buku Bongkrek Food Poisoning in Java mengatakan terdapat kasus sebanyak 7.216 orang meninggal karena keracunan tempe bongkrek dari 1951 hingga 1975.
Dari jumlah tersebut, 850 orang di antaranya meninggal dunia.
Hal ini menunjukan bahwa kematian akibat keracunan tempe bongkrek saat itu rata-rata sebanyak 34 orang dalam setahun.
Tahun 1975 tampaknya menjadi tahun terburuk kasus keracunan ini.
KOMENTAR