SajianSedap.com - Gempa Cianjur masih menyisakan duka.
Setelah gempa, pasti akan ada dampak yang terasa bagi warga sekitar.
Banyak yang rumahnya hancur dan akhirnya harus mengungsi.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto mengungkapkan, total ada 325 titik pengungsian warga yang terdampak gempa di Cianjur, Jawa Barat.
Jumlah itu terhitung berdasarkan data terbaru hingga Minggu (27/11/2022).
"Hari ini, Satgas Gabungan sudah berhasil mengindentifikasi titik-titik pengungsi. Jadi semuanya seluruh Kabupaten Cianjur ada 325 titik pengungsian," kata Suharyanto dalam konferensi pers, dikutip dari Youtube BNPB, Minggu sore.
Suharyanto merinci, dari 325 titik pengungsian.
Sebanyak 183 di antaranya adalah titik pengungsian dengan kategori terpusat dengan jumlah warga di atas 25 orang.
Suharyanto juga memaparkan bahwa hingga hari ini jumlah pengungsi sebanyak 73.874 orang.
Rinciannya pengungsi laki-laki 33.713 orang, perempuan 40.161 orang, penyandang disabilitas ada 92 orang, ibu hamil 1.207 orang, dan lansia 4.240 orang.
Sementara, rumah yang rusak berat akibat diterpa gempa mencapai 27.434 unit, rusak sedang 13.070 rumah, dan rusak ringan 22.124 rumah.
"Sehingga totalnya ada 62.628 rumah," imbuh dia.
Apalagi sekarang sudah beberapa hari semenjak mereka mengungsi.
Nahasnya lagi, mereka yang mengungsi sudah mulai terjangkit penyakit.
Memang pengungsi sangat rentan terserang penyakit.
Ada beberapa penyakit yang sering menyerang pengungsi.
Misalnya ada infeksi saluran pernapasan akut, diare, gangguan lambung, dan lainnya.
Sepekan pascagempa magnitudo 5,6 kondisi pengungsi di tenda-tenda darurat mulai terjangkit berbagai penyakit.
Para pengungsi terserang diare, hipertensi, demam, dan inspeksi saluran pernapasan akut (ISPA) karena pengaruh cuaca.
Pelaksana tugas Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Sumarjaya mengatakan, ada 600 orang pengungsi yang mengeluhkan sakit.
"Sempat naik dari (tanggal) 23 ke 24, namun sekarang trennya turun, melandai," kata Jaya di Pendopo Bupati Cianjur, Minggu (27/11/2022).
Disebutkan, tim medis terus melakukan upaya pencegahan penyakit di tenda-tenda pengungsian melalui berbagai upaya.
Misalnya saja dengan pengendalian sampah, fogging, termasuk memberikan layanan kesehatan produksi bagi ibu hamil.
Nah mungkin Sase Lovers nggak asing kalau mendengar kata ISPA.
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah infeksi yang dapat mengganggu pernapasan normal dilansir dari Kompas.com.
Penyakit ini dapat memengaruhi hanya sistem pernapasan bagian atas atau hanya sistem pernapasan bagian bawah.
Infeksi ini sangat berbahaya bagi anak-anak, dewasa tua, dan orang-orang dengan gangguan sistem kekebalan.
Penyakit ini pada awalnya punya gejala yang mirip dengan masuk angin seperti pilek, hidung mampet, batuk, dan pegal-pegal.
Namun jika sudah tahap serius, ISPA akan mempunyai gejala seperti susah bernapas, pusing, kadar oksigen rendah, hingga menimbulkan hilang kesadaran.
Karena itu penyakit ini tidak bisa disepelekan begitu saja.
Pasalnya ISPA bisa jadi sangat berbahaya lho.
Ada beberapa komplikasi penyakit karena ISPA.
ISPA dapat menimbulkan henti napas, gagal pernapasan, hingga gagal jantung kongestif.
Padahal komplikasi penyakitnya bakal lebih berbahaya dan berisiko tinggi terhadap kematian.
Mirisnya lagi, anak-anak dan lansia lebih rentan terkena penyakit ini daripada orang dewasa.
Hal ini disebabkan karena kekebalan tubuh mereka lebih rentan terhadap serangan infeksi, termasuk ISPA.
Penularan ISPA pada anak-anak juga akan berlangsung sangat cepat karena mereka akan sering berinteraksi satu sama lain.
Tak heran bila sekarang ini banyak sekali pengungsi gempa Cianjur banyak yang terserang ISPA.
Disaat sulit seperti di pengungsian, tentu tidak bisa mengandalkan obat kimia datang dengan cepat.
Jika dirasa sudah mulai timbul gejala, Anda bisa memanfaatkan obat alami untuk penanganan sementara pada pasien ISPA.
Bahan alami tersebut adalah madu, yang konon dipercaya lebih efektif dari obat dokter atau antibiotik dalam hal mengobati ISPA.
Sebuah penelitian terbaru di Universitas Oxford, Inggris, yang dipublikasikan pada Selasa (18/8/2020) di BMJ Evidence-Based
Medicine menyebut, madu ternyata mengungguli perawatan yang biasa dilakukan untuk mengobati gejala ISPA.
Selain itu, madu pun dipastikan aman untuk sebagian besar orang, kecuali untuk bayi di bawah usia satu tahun, dan mereka yang menderita alergi tertentu.
“ISPA adalah alasan paling sering untuk resep antibiotik.
Karena sebagian besar penyebabnya adalah virus, resep antibiotik tidak efektif dan tidak tepat," demikian tulis peneliti dalam studi ini.
"Namun, kurangnya alternatif yang efektif, serta keinginan untuk menjaga hubungan pasien-dokter, keduanya berkontribusi pada pemberian resep antibiotik yang berlebihan."
Padahal antibiotik dapat dikaitkan dengan "efek samping yang signifikan" baik pada anak-anak, maupun orang dewasa.
Para peneliti sampai pada kesimpulan ini, setelah melakukan pengamatan terhadap 14 kasus infeksi saluran pernapasan atas - di mana dua di antaranya menggunakan uji coba terkontrol dengan plasebo.
Ternyata, pasien yang mengonsumsi madu mengurangi durasi gejala flu biasa dalam 1-2 hari, dibandingkan dengan mereka yang menerima perawatan biasa.
Mereka juga menemukan, madu sangat efektif dalam mengatasi frekuensi dan keparahan batuk.
“Dibandingkan dengan perawatan biasa, pengurangan frekuensi batuk dan tingkat keparahan batuk juga signifikan secara statistik.”
Intervensi madu" yang sedang dievaluasi meliputi madu murni, sirup Grintuss, sirup Honitus, dan madu yang dikombinasikan dengan susu dan kopi.
Namun, para peneliti mengaku sulit untuk mengetahui sejauh mana madu memperbaiki gejala tersebut, karena merupakan zat yang kompleks dan heterogen.
Meski demikian, mereka tetap merekomendasikan madu sebagai alternatif yang efektif untuk antibiotik.
“Ketika dokter ingin meresepkan obat untuk ISPA, kami akan merekomendasikan madu sebagai alternatif antibiotik."
7 Manfaat Minum Air Dingin yang Jarang Orang Tahu, Selema Ini Sering Dikira Bikin Batuk
Penulis | : | Laksmi Pradipta Amaranggana |
Editor | : | Virny Apriliyanty |
KOMENTAR