SajianSedap.com - Kendaraan bermotor kini dimiliki oleh berbagai kalangan sebagai alat transportasi pribadi.
Setiap kepemilikan kendaraan bermotor baik itu mobil ataupun sepeda motor ini, dibuktikan dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK)
Fungsi surat ini sebagai salah satu surat atau tanda bukti dan pendaftaran serta pengesahan dari sebuah kendaraan bermotor.
Tentunya harus berdasarkan identitas dan kepemilikan yang terdaftar sekaligus sesuai pemilik.
Namun bagaimana jika kendaraan dijual atau dipindahtangankan kepada orang lain?
Perlu adanya prosedur yang disebut balik nama kendaraan, yaitu prosedur yang dilakukan untuk pergantian identitas dan kepemilikan kendaraan dari pemilik pertama ke pemilik kedua dan seterusnya.
Balik nama motor harus segera dilakukan agar tidak kesulitan dalam mengurus pajak kendaraan bermotor tahunan maupun lima tahunan dan perpanjangan STNK.
Selain itu, prosedur balik nama yang tak dilakukan bisa menyebabkan pemilik nama di STNK berisiko menjadi korban tagihan pajak nyasar.
Apa itu tagihan pajak nyasar? Simak penjelasannya berikut ini.
Melakukan pemblokiran Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) perlu dilakukan apabila kendaraan sudah dijual atau dipindahtangankan kepada orang lain.
Hal tersebut bertujuan untuk menghindari berbagai persoalan perihal pajak dan legalitas kendaraan.
Baca Juga: Cara Menghilangkan Baret pada Motor dan Mobil, Ternyata Bisa Gunakan Pasta Gigi, Begini Triknya
Terlebih bila Anda tinggal di wilayah yang telah menerapkan tarif pajak progresif.
Pajak progresif sendiri diberlakukan untuk menekan jumlah kendaraan yang ada di jalanan saat ini, sehingga dapat menekan terjadinya kepadatan lalu lintas.
Sehingga penting untuk memblokir STNK memang wajib dilakukan jika kendaraan bermotor sudah dijual ke orang lain untuk menghindari pajak progresif.
Dengan begitu, maka ada keuntungan tersendiri bagi pemilik lama yaitu bebas dari pajak progresif jika nantinya membeli kendaraan baru.
Adapun pengenaan tarif pajak progresif untuk kendaraan bermotor, sudah berlaku di sejumlah wilayah di Indonesia.
Ketentuan ini berlaku untuk masyarakat yang memiliki lebih dari satu kendaraan bermotor dengan jenis yang sama pada nama dan alamat yang sama.
Kebijakan ini berlaku untuk kendaraan dengan jenis yang sama.
Misalnya, seseorang memiliki lebih dari satu mobil. Maka mobil kedua dan seterusnya akan dikenakan tarif pajak progresif, saat akan membayar pajak.
Sedangkan jika memiliki lebih dari satu kendaraan dengan jenis yang berbeda, misalnya satu mobil dan satu motor, maka tidak dikenakan pajak progresif.
Tak hanya Jakarta, sejumlah wilayah lain juga sudah memberlakukan pajak progresif, seperti di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Bali, Sumatera Barat, dan Sulawesi Selatan.
Agar terhindar dari pajak progresif nyasar atau tidak tepat sasaran, pemilik kendaraan yang sudah menjual atau memindah-tangankan kendaraannya harus segera melakukan pemblokiran.
Baca Juga: Cuma 10 Menit Kelar, Cek Cara Bayar Pajak Motor dan Mobil Pakai Tokopedia, Bisa Sat Set Sat Set
Karena bila tidak memblokir STNK, membuat pemilik kendaraan justru dapat terkena tarif pajak progresif saat nantinya akan membeli kendaraan baru.
Sebagai informasi, pajak progresif untuk di wilayah DKI Jakarta sendiri diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Kendaraan Bermotor. Berikut besarannya:
- Kendaraan pertama besaran pajaknya 2 persen
- Kendaraan kedua besaran pajaknya 2,5 persen
- Kendaraan ketiga besaran pajaknya 3 persen
- Kendaraan keempat besaran pajaknya 3,5 persen
- Kendaraan kelima besaran pajaknya 4 persen
- Kendaraan keenam besaran pajaknya 4.5 persen
- Kendaraan ketujuh besaran pajaknya 5 persen, dan seterusnya hingga kepemilikan ke-17 dengan pengenaan pajak 10 persen.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Pentingnya Blokir STNK Usai Jual Motor atau Mobil
Manfaat dan Penggunaan Tawas, Benarkah Bahan Kimia Ini Ampuh untuk Mengusir Bau Badan?
Source | : | Kompas |
Penulis | : | Amelia Pertamasari |
Editor | : | Virny Apriliyanty |
KOMENTAR