Siapa tak suka cokelat? Dan siapa juga yang tak suka kue kering? Keduanya sama lezat.
Kelezatan paduan kue kering dan cokelat bisa Anda temukan di Waroeng Cokelat. Meskipun berawal dari usaha rumahan, namun kualitas dan kreativitas mengantar cokelat ini menembus mal bergengsi dan supermarket asing.
Dengan sentuhan kreativitas dan kerja keras, usaha rumahan pun bisa menembus pasar luas dan
bergengsi. Hal inilah yang dibuktikan Yanthi Rusdiantini (47). Perempuan yang tinggal di Bogor ini
kreatif mengolah cokelat hingga produknya menembus mal terkemuka di Jakarta, Grand Indonesia. Bahkan sebuah supermarket khusus produk Jepang bernama Papaya, dan Bandara Internasional Soekarno Hatta pun ikut tertarik memasarkan produk cokelat buatan Yanthi.
Tentu saja cokelat buatannya punya keistimewaan. Yanthi memadukan cokelat dengan kue kering
sehingga produknya memiliki ciri khas tersendiri yang membuat nilai jualnya meningkat.
Setiap menjelang Lebaran, kue kering berlapis cokelat bak bintang yang bersinar bagi usaha
miliknya. Pesanan yang meningkat ini membuatnya mampu mempekerjakan hingga 30 anak yatim untuk membantu proses produksi sekaligus melakukan kegiatan sosial.
Tak hanya soal paduan cokelat dan kue kering, kemasannya pun mencirikan produk khas
Indonesia dengan membuat motif batik pada kemasannya. Tak heran jika cokelatnya kerap ditemukan di bandara internasional.
Kombinasi Cokelat dalam Kue Kering
Kira-kira 10 minggu sebelum Lebaran, rumah Yanthi yang terletak di kawasan Bogor Utara selalu
menebarkan aroma kue kering yang sedap. Ratusan loyang kue kering sedang diproduksi di lantai dua rumahnya. “Konsep memadukan kue kering dengan cokelat sudah saya lakoninya sejak tahun 2002,” tuturnya.'
Ciri khas kue kering buatannya menggunakan tepung sagu. Alasannya, kue kering berbahan sagu
memiliki tekstur lebih ringan dan kerenyahannya tahan lebih lama. “Selain itu, ketika dipadukan dengan cokelat, rasa dan teksturnya lebih enak,” tutur Yanthi.
Untuk lapisan cokelatnya, Yanthi menggunakan cokelat compound dengan varian dark, milk, dan
white chocholate yang dilelehkan. Tak hanya itu, ia juga membuat sendiri rasa baru, misalnya cappuccino flavor dengan cara mencampurkan kopi ke dalam beberapa produk cokelatnya. “Ternyata hasilnya juga enak,” imbuhnya.
Semua jenis cokelat inilah yang nantinya akan melapisi permukaan kue kering yang dikemas satu
per satu dalam paper cup mini sebelum ditata kembali dalam stoples.
Saat ini, Yanthi memiliki 12 macam kue kering berbalut cokelat. Jenisnya antara lain milk cheese
chocolate, pindakas chocolate, almond cappuccino chocolate, dark cheese chocolate, marble chocolate, hingga polkadot chocolate. Setiap stoples memiliki bobot antara 400 gram - 500 gram.
Yanthi membuat kue kering berbalut cokelat ini hanya menjelang Lebaran saja sebagai respons
terhadap pasar kue kering yang meningkat. Sementara di luar masa Lebaran, ia memproduksi cokelat batangan (chocolate bar). Jenisnya antara lain cokelat kacang mede, almon, hingga cokelat istimewa bebas gula, hingga cokelat herbal dengan rasa jahe.
Keistimewaan lainnya, semua cokelat batangan buatan Yanthi dikemas dalam pembungkus kertas
bermotif batik Nusantara. Misalnya batik cirebonan, garutan, dan masih banyak lagi.
Kemasannya juga beragam. Ada yang dikemas mungil sebesar telunjuk, hingga kemasan boks
cantik seperti kotak cerutu. Harganya berkisar mulai dari Rp 15 ribu-an.
PHK Jadi Cambuk Usaha
Sebelum memiliki sukses meraih usaha cokelat, Yanthi tercatat sebagai akuntan yang cukup
mapan di Surabaya. Saat krisis moneter melanda di tahun 2998, ia memutuskan kembali ke rumahnya di Bogor. Saat melamar pekerjaan di Jakarta, nominal gaji yang diharapkan tak sebanding dengan perjalanan Bogor-Jakarta setiap hari.
Ia pun memutuskan untuk membuka usaha. Mengelola kantin, hingga membuka jasa kredit pernah dijalaninya. Semuanya berakhir kurang lancar. “Akhirnya saya putuskan untuk mengikuti kursus masak dan kue di Jakarta, Bogor, dan Bandung karena saya yakin lebih baik merintis usaha sendiri ketimbang bekerja di Jakarta,” tutur ibu dua anak ini penuh keyakinan.
Yanthi mencoba membuat aneka cokelat praline dari hasil kursus yang diikutinya. Idenya timbul
ketika melihat banyak sekali sekolah di Bogor yang berpotensi sebagai pasar cokelat praline. Dengan modal Rp 500 ribu, ia mulai membuat permen cokelat dan dijajakan dari sekolah ke sekolah.
Perlahan kualitas dan rasanya memikat semakin banyak orang. Bahkan kalangan restoran dan toko oleh-oleh di Bogor pun mulai ikut meliriknya. Dari usaha permen cokelat, Yanthi mulai merambah produk cokelat bar atau cokelat batangan. “Saya ingin kita punya cokelat rasa Indonesia. Saya coba bikin dengan aneka kacang, dan aneka rempah seperti jahe. Bahkan saya juga membuat cokelat batangan bebas gula,” paparnya.
Desain kemasan yang mengangkat motif batik dari berbagai daerah pun semakin membuat produk Waroeng Cokelat punya kelas tersendiri. Mal besar, bandara, hingga supermarket khusus makanan Jepang Papaya pun ikut menawarkan cokelat kebanggaan Bogor ini.
Kini Yanthi dibantu 30-an karyawan tambahan saat menjelang Lebaran. Dari setiap stoples yang
dihasilkan, karyawan dari kalangan anak yatim ini memperoleh Rp 3.500 - Rp 4.000. Mereka rata-rata mampu menghasilkan 2 - 4 lusin stoples per hari. Sementara khusus produksi cokelat batangan, Yanthi memiliki 4 karyawan yang membantunya.
Harga cokelat batangan dibanderol mulai dari Rp 22 ribu - Rp 28 ribu. Sementara harga kue
kering rata-rata dipatok dengan harga Rp 55 ribu per stoples. Nah, Anda siap menikmati menu serba cokelat?
Alamat :
Jl Anggada I No 11 Indrapasta, Bogor Utara
Telp (0251) 8378423
Hp 0856 124 6562
KOMENTAR