Dikatakan bahwa nama "celimpungan" berasal dari suara yang dihasilkan saat adonan dari biji celimpungan direbus, menghasilkan bunyi "plung".
Seiring berjalannya waktu, nama "celimpungan" digunakan untuk hidangan ini karena bunyi yang dihasilkan.
Tampilan yang paling mencolok dari celimpungan adalah warna kuah kuning terang yang digunakan.
Secara makna, orang Palembang mengartikannya sebagai simbol kemeriahan atau semangat yang menjadi lambang kegembiraan untuk melakukan aktivitas.
Dari segi komposisi bahan yang digunakan, sebenarnya isian dari celimpungan ini terbuat dari bahan yang serupa dengan pempek, menggunakan ikan dan sagu.
Akan tetapi, perbedaannya terletak pada kuah yang menyertainya.
Ketika mengonsumsi "biji" dari celimpungan tersebut saja, rasanya serupa dengan pempek tanpa tambahan apa pun.
Jika pempek biasanya disajikan dengan kuah cuko yang memiliki rasa manis asam segar, berbeda dengan celimpungan yang menyajikan kuah santan yang gurih.
Bumbu lain seperti serai, lengkuas, dan kunyit juga ditambahkan untuk melengkapi cita rasa kuahnya.
Kombinasi antara biji celimpungan dan kuahnya memberikan cita rasa khas yang sangat disukai oleh banyak orang di Palembang.
Rasa gurih santan dengan kekentalan dan kekenyalan biji celimpungan menciptakan rasa yang unik.
Baca Juga: Awug, Makanan Khas Garut yang Jadi Santapan saat Berbuka Puasa Ramadhan yang Mirip Putu
Manfaat dan Penggunaan Tawas, Benarkah Bahan Kimia Ini Ampuh untuk Mengusir Bau Badan?
Source | : | Kompas |
Penulis | : | Amelia Pertamasari |
Editor | : | Raka |
KOMENTAR