SajianSedap.com - Kehidupan orang Sunda sangat dekat dengan alam. Termasuk, perilaku makan mereka. Sayuran mentah yang tumbuh di kebun, misalnya, bisa jadi santapan luar biasa untuk orang Sunda. Sayuran mentah/ kukus/ rebus yang tidak diolah bersama beragam bumbu itu biasa disebut lalap.
Namun, makan lalap yang hambar tentu tidak menyenangkan. Alhasil, orang Sunda menggunakan yang dipetik di kebun lalu diulek di dalam coet (cobek), untuk memunculkan rasa. Nah, itulah asal muasal kenapa sambal jadi sahabat bersantap orang Sunda.
Sambal sahabat bersantap orang Sunda ini tidak tampil monoton. Tapi, bisa dikombinasikan dengan beragam cara. Dicampur terasi saja, atau ditambahkan tomat yang juga merupakan hasil kebun.
Sambal yang berasal dari cabai segar yang langsung diulek biasa disebut sambal dadak. Kalau cabainya dibakar atau digoreng, atau dibuat dari cabai segar tapi kemudian ditumis sampai airnya hilang, maka sambal seperti ini disebut sambal masak.
Meski ada pendapat bahwa orang Sunda memegang prinsip siger tengah ( suka rasa yang sedang-sedang saja), tapi dalam hal sambal, mereka suka rasa yang relatif pedas. Itu sebabnya sambal sahabat bersantap orang Sunda tidak hanya bergantung pada cabai merah saja, tetapi juga cabai rawit.
Beberapa daerah di Jawa Barat punya ciri khas sambal yang berbeda. Misalnya sambal orang Cibiuk, daerah di Garut, lebih kasar ketimbang sambal orang Bogor. Tapi, meski memiliki ciri khas yang berbeda, tetap saja punya satu ciri yaitu memanfaatkan bahan dari alam.
Lalu, seberapa jauh orang Sunda tergantung dengan sambal? Jawabannya: sangat tergantung! Sampai-sampai, kalau tidak ada lauk, makan dengan sambal pun cukup. Nasi yang disantap bersama sambal saja, biasa disebut nasi tutug. Jadi, nasi diaduk bersama sambal saja. Dari situlah kuliner nasi tutug berkembang, dan sekarang dibuat jauh lebih mewah dengan cara ditambah bahan lain. Contohnya, nasi tutug oncom. (MM/ SAA)
KOMENTAR