"Jangan sampai anak saya bernasib sama seperti saya. Dari apa yang saya jalani, itu sungguh sangat sangat berat. Orang-orang di seputar saya mengucilkan dan saya gak mau nantinya anak saya bernasib sama seperti saya. Saya berusaha mengembalikan agar bisa diterima lagi."
"Kalau keluar rumah, saya peluk anak. Andaikan saya melakukan hal seperti bapak, anak saya ini peluk siapa?… Itu yang membuat saya sadar. Kuasa Allah," tambahnya lagi.
Di awal pertemuan dengan Garil serta ibunya Endang Isnanik, Hendra menyampaikan permintaan maaf atas tindakan ayahnya yang menurutnya ikut ia "tanggung sebagai beban".
"Ibu dan Garil, saya anak dari pelaku Bom Bali 1, saya minta maaf yang sebesar-besarnya, mewakili keluarga. Saya juga korban, adik korban, cuma bedanya, ayah saya terlibat di kejadian itu," kata Hendra mengawali pertemuannya.
Ia menyebut dirinya juga sebagai "korban" karena tidak mengetahui apa-apa terkait rencana dan tindakan bapaknya dalam tindak terorisme itu.
"Jujur, saya juga sebagai korban, saya gak tau apa-apa. Saya diacuhkan sama orang-orang, gak dianggap sama orang. Pontang panting di jalan. Cari kerja juga gak bisa. Saya juga korban. Mungkin itu jalannya. Saya ambil positifnya," tambahnya lagi dalam pertemuan di Sedayu, Lamongan, Jawa Timur, daerah tempat Hendra bekerja saat itu.
Ia mengaku jarang bertemu dengan ayahnya karena kedua orang tuanya berpisah saat Hendra masih bayi.
Tetapi begitu mengetahui ayahnya ditangkap dan dieksekusi enam tahun kemudian--pada November 2008-- reaksinya "sempat marah kepada negara" karena mengeksekusi ayahnya.