Sedangkan yang bukan perokok, hanya mengalami perburukan sebanyak 9,3 %. Artinya, merokok hampir dua kali lipatnya meningkatkan risiko terjadinya kefatalan dari Covid-19.
Persentase kematian akibat Covid-19 di Indonesia berkisar di angka 6%. Padahal rata-rata negara Asia hanya di angka 2-3%.
"Ini adalah waktu yang tepat kita harus menghentikan dan mengontrolnya (tembakau) untuk mencegah terjadinya perburukan atau bahkan kematian akibat Covid-19," tambah Paranietharan.
Perokok juga berisiko tinggi mengalami penyakit jantung dan pernapasan, yang merupakan faktor risiko mengembangkan penyakit parah atau kritis dengan Covid-19.
Baca Juga: Kabar Baik Datang dari Vaksin Virus Corona, 'Hasil ini Merupakan Tonggak Penting'
"Indonesia adalah salah satu negara yang belum tergabung dalam WHO tobacco control dan ini menjadi hal yang tidak bagus bagi Indonesia dan mungkin dengan adanya Covid-19 bisa menjadi waktu yang tepat untuk meratifikasi FCTC dan bergabung bersama negara lain untuk mengentaskan permasalahan rokok," pungkasnya.
Kembali ke penelitian soal merokok, menunjukkan bahwa merokok dalam waktu lama dapat menyebabkan peningkatan ACE2 di paru-paru dan mungkin menghasilkan tingkat kesakitan atau morbiditas yang lebih tinggi terhadap pasien Covid-19.
"Bukti dari percobaan tikus menunjukkan bahwa kadar ACE2 yang lebih tinggi membuat tikus lebih rentan terinfeksi Virus Corona sehingga mereka mati lebih cepat," tutur Sheltzer.
Artikel Berlanjut Setelah Video di Bawah ini :