Spesial Saji-Sedap, Mencicipi Sedapnya Kulner Pematangsiantar yang Melegenda, Dari Sajian Rijsttafel Hingga Minuman Soda
SajianSedap.com - Jejak kuliner warisan tempo dulu yang sangat dipengaruhi budaya Eropa sejak masa penjajahan Belanda pada 1907, hingga datangnya warga Tionghoa yang menghidupkan perekonomian di pusat kota Pematangsiantar, menjadikan kota terbesar kedua di Sumatera Utara setelah Medan ini layak dikunjungi.
Sedap Lover bisa mencicipi sajian khas Eropa di Siantar Hotel yang populer disebut de kleine Switzerland (Swiss Kecil).
Tak ketinggalan pabrik minuman bersoda legendaris Cap Badak, yang lahir di kota ini.
Semuanya tetap lestari seiring munculnya sejumlah resto/kafe masa kini di kota ini.
Baca Juga: Spesial Saji-Sedap, Singgah Sejenak di Kota Bogor Sambil Berburu Oleh-oleh Lezat di Kota Hujan
Baca Juga: Spesial Saji-Sedap, Jalan-jalan Ke Palu Tak Lengkap Tanpa Mencicipi Sedapnya Kaledo hingga Utaleko
1. Siantar Hotel, Jejak De Kleine Switzerland Pada Semangkuk Krim Sup
Jl. WR Supratman No. 3 Dwikora, Proklamasi, Pematangsiantar, Sumatera Utara
Telp: (0622) 21091
Siantar Hotel bisa dikatakan salah satu saksi sejarah perkembangan kota Pematangsiantar yang jejaknya masih terpelihara dengan baik. Hotel yang diapit area taman ini, memiliki 22 kamar, bar/resto berkapasitas 200 kursi, hingga berbagai sarana olahraga. Hotel di atas lahan seluas 3 hektar ini berdiri sejak 1 Februari 1916.
Sang pemilik hotel 3 orang berkebangsaan Swiss, yakni DR Ernist Surbeck (dokter hewan yang tinggal di Affeltrangen, Swiss), Hedwing Elise Surbeck, dan Lydia Rosa Otto Surbeck. Ketiganya memercayakan pengelolaan hotel kepada Eugen Ralph Otto, Direktur Perseroan, suami Lydia Rosa.
Sejak 1969 Siantar Hotel telah berpindah tangan ke pengusaha lokal, Julianus Hutabarat. Pengembangan hotel pun dilakukan dan pada 1980 dan jumlah kamar ditambah, dilengkapi kolam renang. Kemegahan masa silam Siantar Hotel tercermin pada desain art deco pada restonya yang berhadapan langsung dengan pintu masuk hotel.
"Konsep arsitektur art deco yang khas Eropa masih dipertahankan hingga kini. Salah satunya pada bentuk jendela dengan jeruji hijaunya, serta taplak meja merah yang menutupi seluruh meja makan resto," papar Tuti Togatorop, Manager Siantar Hotel.
Sajian yang dihidangkan di resto hotel ini berupa paket rijsttafel, yang mengombinasikan sajian khas Nusantara dan Eropa. Bahkan sentuhan khas budaya Siantar pun ikut disertakan. "Tim chef tetap bermain dengan bumbu, tapi ada beberapa menu yang disajikan original. Seperti cream soup isi jamur khas Eropa," imbuh Tuti.
Ada pula sate ayam sambal kacang, sate sapi bumbu serundeng, ayam goreng saus telur asin, udang masak asam manis, hingga menu rumahan sayur lodeh. “Menu rijsttafel terdiri dari paket 10 jenis hidangan, seharga Rp 100 ribu,” tutup Tuti sambail berkata, resto Siantar Hotel buka 24 jam.
2. Minuman Bersoda Cap Badak, Legenda Minuman Rasa Sarsaparila
Jl. Pematang Raya No. 3, Pematangsiantar, Sumatera Utara
Telp: 0852 9629 6785
Jauh sebelum minuman bersoda merek asing masuk ke Indonesia, warga Pematangsiantar justru sudah lebih dulu mengakrabi minuman bersoda merek Cap Badak, yang asli buatan Pematangsiantar.
Ada 2 jenis minuman berkarbonasi merek Cap Badak yang sampai kini masih lestari, yakni rasa sarsaparila dan kola. Manager Pemasaran Cap Badak, Panggabean, mengatakan, minuman ini awalnya diproduksi warga Swiss, Heinrich Surbeck, seorang sarjana teknik kimia dan koletor hewan kering serta tumbuhan. Ia mendirikan pabrik NV Ijs Fabriek Siantar pada 1916.
Seiring waktu dan berpindahnya kepemilikan, nama pabrik berubah jadi PT Pabrik Es Siantar. Semula, pabrik ini memproduksi minuman bersoda dan es batu. Alasannya, kondisi air yang bersih di Pematangsiantar di masa itu cocok dibuat menjadi es batu.
Di masa silam, Surbeck sempat mengembangkan varian rasa selain kola dan sarsaparila, yakni rasa anggur dan jeruk. Namun kata Panggabean, yang paling disukai varian rasa sarsaparila yang memang unik di lidah. Sarsaparila terbuat dari ekstrak tanaman herbal asal Meksiko.
Minuman sarsaparilla dikemas di dalam botol kaca transparan lalu diberi merek Cap Badak, lengkap dengan gambar badak bercula, hewan kebanggaan Surbeck, di bagian tengah botolnya. Selain populer di kotanya dan Sumatera Utara, minuman Cap Badak juga telah menyebar ke banyak kota di Indonesia, dari Aceh, Riau, dan berbagai kota lain di Sumatera.
Kendati kini banyak pesaing minuman bersoda dari luar neger, kata Panggabean, "Kami masih memiliki pasar tersendiri sampai hari ini.” Per botol Cap Badak harganya Rp 8 ribu.
3. 339 Café, Sedapnya Nasi Goreng Andaliman Di Kafe Masa Kini
Jl. Bandung No. 4, Pematangsiantar, Sumatera Utara
Telp: (0622) 7354 325
Kafe masa kini ini tampaknya tengah menjadi tujuan makan yang paling digandrungi warga Pematangsiantar. Berkonsep layaknya vila dengan bangunan yang didominasi warna putih, membuat suasana cafe berkesan feminim. Kafe ini pun mudah dikenali karena namanya yang singkat.
"Angka 339 ini punya sejarah tersendiri. Dulu, bangunan ini merupakan pabrik rokok merek 339. Rokok lokal legendaris ini sudah lama tak diproduksi lalu bangunannya digunakan untuk kafe. Saya tetap pakai angka 339 untuk nama kafenya, agar pengunjung selalu ingat sejarah awal bangunan kafenya," tutur Sulaiman, pemilik kafe, ditemani sang istri Sophia Jingga.
Menu yang tersaji di kafe ini terdiri dari aneka hidangan Nusantara, oriental, dan western. Beberapa menu yang direkomendasikan Sulaiman antara lain nasi goreng andaliman, nasi goreng kampung, chicken katsu, nasi goreng seafood, dan ragam kopi, dari kopi hitam, avocado coffee, white chocolate caramel, dan lainnya.
Sepiring nasi goreng andaliman seharga Rp 18 ribu ini tak hanya pedas menggigit di lidah, tapi juga menghadirkan aroma sedap khas andaliman. "Menu ini pada dasarnya nasi goreng kampung pedas yang kami kombinasikan dengan andaliman. Ternyata enak dan banyak penggemarnya," kata Sulaiman.
Bagi yang tak terlalu suka pedas, bisa memilih menu nasi goreng kampung atau nasi goreng seafood yang disajikan dengan udang, bakso ikan, daging ayam, plus acar segar, yang per prosinya seharga Rp 20 ribu.
Sementara secangkir kopi yang direkomendasikan Sulaiman adalah kopi sidikalang dan avocado coffee atau kopi bercampur buah avokad segar yang menghadirkan sensasi krimi pada tiap sesapan kopinya. Secangkir kopi ini harganya Rp 25 ribu. Kafe ini buka pukul 11.00-22.00 WIB.
4. Scoop Dessert House, Es Krim Avokad Terpopuler Se-Pematangsiant
J. Thamrin No. 114, Pematangsiantar, Sumatera Utara
Telp: 0822 7639 3226
Chynthia, sang pemilik Scoop Dessert House, mengaku sangat menggemari es krim dan avokad. Apalagi, katanya, avokad yang dihasilkan dari Pematangsiantar kualitasnya sangat baik. "Avokad produksi Siantar sangat enak dan legit. Warga sini menyebutnya avokad susu dan avokad mentega," kata Chyntia.
Berdasarkan kegemarannya itu, Chyntia ingin berbagi dengan warga Pematangsiantar lebih luas lagi, melalui kreasi buah kegemarannya menjadi es krim dan cake. Terlebih lagi Chynthia ingin memberikan alternatif tempat makan baru bagi warga Pematangsiantar, dengan membuka kafe khusus dessert, yang belum banyak disentuh para pengusaha lokal.
"Kafe atau resto yang tersebar di Siantar rata-rata menyajikan menu makanan berat. Nah, saya ingin menawarkan menu lain, yang lebih ringan. Jadi bisa menikmati es krim dan cake sambil bersantai di sini," kata Chyntia yang mulai mengelola kafenya sejak 2017 lalu.
Beruntung, Chyntia memiliki latar belakang ilmu kuliner karena pada 2011 ia pernah menimba ilmu Taylor's University, Malaysia, Jurusan Culinary Art. Di kafenya, Chynthia memproduksi 30-an varian rasa es krim. Di antaranya Oreo, orange velvet, bit, Sunkist, choco mind, kacang merah, vanila, avocado, hingga telur asin. Semua es krimnya menggunakan bahan alami, tanpa tambahan zat kimia dan pengawet.
Di jajaran cake, tersedia mouse cake hingga birthday cake yang kerap dipesan per orangan hingga perusahaan. Dari puluhan varian es krim buatannya, yang paling digemari pengunjung adalah rasa avokad. "Saya hanya menggunakan buah avokad asli Siantar yang terkenal legit.” Harga per skup es krimnya Rp 15 ribu dan cake Rp Rp 200 ribu per loyang.
TEKS & FOTO: SITA RAHMAN