Kabar Buruk Bagi yang Doyan Jajanan, Jajanan Favorit Sejuta Umat ini Lebih Berbahaya dari Rokok Sampai Jadi Penyebab Kanker

By Raka, Jumat, 18 Juni 2021 | 07:45 WIB
Jajanan yang bisa menyebabkan kanker dan lebih parah dari rokok (Kolase Freepik)

SajianSedap.com - Siapa yang suka dengan jajanan?

Semua pasti tak bisa lepas dari kebiasaan jajan makanan dan camilan.

Bahkan dengan kemajuan teknologi, kita pasti dapat dengan mudah menikmati jajanan.

Meski terlihat mudah, enak, dan bikin kenyang, tentunya kita wajib waspada dengan jajanan yang dimakan.

Baca Juga: Chef Arnold Poernomo Spills How To Cook Wagyu Beef at Home, Fine Dining Style

Bukannya senang, kita malah bisa divonis kanker mematikan.

Beberapa di antara jajanan ini bahkan lebih parah dari sebatang rokok.

Kurangi konsumsinya dari sekarang.

Makanan yang Mengandung Lemak Jenuh

Ilustrasi makanan cepat saji yang tinggi garam, gula, dan lemak jenuh

Dilansir halaman health.com, dalam Journal of Clinical Oncology menemukan hubungan asupan lemak jenuh dengan peningkatan risiko kanker paru.

Bahkan, mereka yang mengkonsumsi makanan lemak jenuh memiliki risiko mengidap kanker paru-paru daripada mereka yang tidak.

 

Penelitian ini sendiri semakin diperkuat karena sudah dilakukan lebih dari 10 kali dengan subjek penelitian mencapai 1,4 juta orang dengan jumlah pasien kanker paru mencapai 18.000 jiwa.

Baca Juga: Beredar Kabar Bahaya Makan Madu dengan Menggunakan Sendok Logam, Ini Faktanya Menurut Ahli!

Karbohidrat Olahan

Sebuah studi yang diterbitkan pada Maret 2016 oleh Cancer Epidemioly, Biomarkers and Prevention menyatakan bahwa orang yang mengonsumsi makanan tinggi gula memiliki risiko mengidap kanker paru lebih tinggi dibandingkan yang tidak.

Apalagi, kandungan gula yang terkandung dalam makanan karbohidrat olahan sangatlah tinggi.

Maka dari itu, kita disarankan untuk memilih karbohidrat kompleks seperti roti gandum, beras merah, dan buah-buahan dan sayuran.

Semuanya tak mengandung gula tambahan, tinggi serat dan dapat membantu menurunkan kolestrol juga.

Artikel berlanjut setelah video berikut ini.

 

Daging Panggang

Daging pangang sering dikaitkan dengan risiko mengidap kanker pankreas dan kanker paru-paru.

“Memanggang dapat melepaskan hidrokarbon poliksklik yang dapat masuk ke dalam daging sehingga menyebabkan siapa saja yang mengonsumsinya berisiko terjangkit kanker,” jelas dr. Rohs, seorang ahli onkologi toraks di Rumah Sakit Mount Sinai di New York.

Jika ingin memakan dagingnya, pastikan daging dipanggang sampai matang, jangan sampai gosong.

Memakannya juga harus dalam jumlah sewajarnya.

Baca Juga: Mending Gak Usah Makan Nasi Putih Kalau Masaknya Masih Seperti ini, Bahayanya Bisa Mengancam Nyawa Seisi Rumah

Sebuah studi tahun 2008 oleh Lembaga Keamanan Pangan Universitas Kansas juga menemukan bahwa menambah rempah daun seperti rosemary pada daging burger ternyata dapat mengurangi zat penyebab kanker sebanyak 30%.

Daging yang Dibakar

Makanan dan Minuman Mengandung Arsenik

Tak banyak yang tahu bahwa beberapa makanan mengandung zat arsenik juga dapat memicu kanker meski dalam jumlah yang tak mematikan.

Contoh saja beras, jus apel, seafood, hingga unggas mengandung arsenik dalam jumlah kecil.

Sebuah penelitian telah membuktikan bahwa siapapun yang terpapar dengan zat arsenik atau mengonsumsi zat ini dalam jumlah banyak, bisa berisiko mengidap kanker paru-paru.

Hal ini dibuktikan dari penelitian dengan 950 orang Bangladesh yang mengonsumsi air minum dengan kandungan arsenik yang lebih tinggi.

Sebagian besar dari 950 orang ini sudah mengalami gangguan fungsi paru-paru dibandingkan mereka yang tak terpapar.

Baca Juga: Jangan Lagi Simpan Sisa Bawang Bombay di Kulkas Mulai Sekarang, Efekya Lebih Buruk dari yang Anda Pikirkan

Kerusakan karena terpapar arsenik ini setara dengan beberapa dekade menghisap rokok.

Namun, tenang saja, kita bisa mengonsumsi makanan yang mengandung jumlah arsenik rendah meski tak boleh terlalu sering.

Menurut dr.Rohs, paparan pasif sendiri tak mempengaruhi peningkatan signifikan pada risiko kanker paru-paru.

Meski begitu, tak ada salahnya untuk kita mencegah dibandingkan mengobati, bukan?