Kemudian, daging yang dimasukkan ke dalam plastik kedap udara tersebut disimpan dalam suhu dingin, sekitar antara 1 dan 4 derajat Celsius selama 2-14 hari, bahkan hingga lebih dari satu bulan tergantung kebutuhan.
Proses tersebut, dengan temperatur yang konstan, dilakukan untuk menjaga agar daging tetap lembap dan tidak kering. Alhasil, tekstur daging menjadi lebih lembut atau tender. Wet aging cukup popular karena tidak ada penyusutan daging yang signifikan.
Nah, jika proses wet aging dilakukan dengan menjaga agar daging tetap lembap, proses dry aging justru melakukan hal sebaliknya.
Baca Juga: Enak dan Bergizi, Coba Resep Beef and Broccoli Fettuccine ala Chef Chandra Yudasswara
Pada proses dry aging, daging sengaja dibiarkan mengering dengan cara digantung di dalam ruangan khusus dengan suhu dingin, yakni sekitar 1-3 derajat Celcius.
Saat proses dry aging berlangsung, bagian luar daging akan mengering dan ‘membusuk’. Namun, bagian tersebut justru menjaga agar cairan di dalam daging tidak keluar.
Cairan tersebut akan menghancurkan jaringan otot sehingga tekstur daging lebih lembut dan juicy.
Daging yang melalui proses dry aging pun harus berupa potongan utama atau primary cut yang besar. Sebab, bagian luar daging yang mengering akan banyak dipotong usai proses dry aging.
Baca Juga: Beli Daging Sapi untuk Dimasak, Pilih yang Frozen atau Chilled?
Proses dry aging bisa memakan waktu 7-14 hari, bahkan hingga satu bulan. Karena prosesnya yang cukup kompleks dan terdapat penyusutan, daging dry-aged pun cenderung lebih mahal daripada wet-aged.
Proses dry aging juga biasa dilakukan oleh restoran atau steakhouse kelas atas untuk meningkatkan kualitas hidangan steak yang disajikan.
Perbedaan cita rasa