Catatan tentang kata cendol atau tjendol dapat ditelusuri pada banyak kamus dan buku abad ke-19 di Hindia Belanda.
Salah satu catatan tertua tentang kata tjendol yang diketahui tercantum pada Oost-Indisch kookboek atau buku resep Hindia Timur bertahun 1866.
Buku ini memasukkan resep cendol dengan judul "Tjendol of Dawet" yang menandakan bahwa cendol dan dawet digunakan secara bersinonim pada masa itu.
Dalam kamus Supplement op het Maleisch-Nederduitsch Woordenboek (1869) oleh Jan Pijnappel (Gz.), tjendol dijelaskan sebagai semacam minuman atau pasta encer yang terbuat dari sagu, sa, ntan, gula, dan garam.
Keterangan kata dalam kamus Supplement op het Maleisch-Nederduitsch woordenboek van Dr. J. Pijnappel, Gz menandakan bahwa kata " tjendol" serapan atau berasal dari bahasa Jawa.
Lantas apa sebenarnya perbedaan keduanya?
Menyadur dari Kompas.comn, perbedaan yang menonjol antara cendol dan dawet yakni bahan bakunya.
Cendol dan dawet sama-sama terbuat dari tepung, tetapi meggunakan jenis tepung yang berbeda.
"Kalau dawet itu dari masa lalu, sebut dalam Kakawin Kresnayana, menggunakan bahan baku tepung beras," jelas Sejarawan Kuliner, Fadly Rahman dikutip dari Kompas.com.
"Sementara sampingannya seperti santan dan cairan gula merah sudah umum dari dulu," lanjutnya.
Baca Juga: Bukan Makanan Sembarangan, Ini Filosofi di Balik Sate Lilit Khas Bali